Follow us: Subscribe via RSS Feed Connect on YouTube Connect on YouTube

Bagaimana PENGELOLAAN decubitus?

0 comments
PENGELOLAAN decubitus

PENGELOLAAN decubitus

Pengelolaan decubitus diawali dengan kewaspadaan untuk mencegah terjadinya decubitus dengan mengenal penderita risiko tinggi terjadinya decubitus, misalnya pada penderita yang immobil dan konfusio.

Usaha untuk meremalkan terjadinya decubitus ini antara lain dengan memakai sistem skor Norton. Skor dibawah 14 menunjukkan adanya risiko tinggi untuk terjadinya decubitus. Dengan evaluasi skor ini dapat dilihat perkembangan penderita

Tindakan berikutnya adalan menjaga kebersihan penderita khususnya kulit, dengan memandikan setiap hari. Sesudah keringkan dengan baik lalu digosok dengan lotion, terutama dibagian kulit yang ada pada tonjolan-tonjolan tulang. Sebaiknya diberikan massase untuk melancarkan sirkulasi darah, semua ekskreta/sekreta harus dibersihkan dengan hati-hati agari tidak menyebabkan  lecet pada kulit penderita.

Tindakan selanjutnya yang berguna baik untuk pencegahan maupun setelah terjadinya decubitus adalah:
1. Meningkatkan status kesehatan penderita;
umum; memperbaiki dan menjaga keadaan umum penderita, misalnya anemia diatasi, hipoalbuminemia dikoreksi, nutirisi dan hidarasi yang cukup, vitamin (vitamin C) dan mineral (Zn) ditambahkan.
khusus; coba mengatasi/mengoabati penyakit-penyakit yang ada pada penderita, misalnya DM.
2. Mengurangi/memeratakan faktor tekanan yang mengganggu aliran darah;
a. Alih posisi/alih baring/tidur selang seling, paling lama tiap dua jam. Keberatan pada cara ini adalah ketergantungan pada tenaga perawat yang kadang-kadang sudah sangat kurang, dan kadang-kadang mengganggu istirahat penderita  bahkan menyakitkan.
b. Kasur khusus untuk lebih memambagi rata tekan yang terjadi pada tubuh penderita, misalnya; kasur dengan gelembung tekan udara yang naik turun, kasur air yang temperatur airnya dapat diatur. (keberatan alat canggih ini adalah harganya mahal, perawatannya sendir harus baik dan dapat ruasak)
c. Regangan kulit dan lipatan kulit yang menyebabkan sirkulasi darah setempat terganggu, dapat dikurangi antara lain;
Menjaga posisi penderita, apakah ditidurkan rata pada tempat tidurnya, atau sudah memungkinakan untuk duduk dikursi.
Bantuan balok penyangga  kedua kaki, bantal-bantal kecil utuk menahan tubuh penderita, “kue donat” untuk tumit,

Diluar negeri sering digunakan kulit domba dengan bulu yang lembut dan tebal
sebagai alas tubuh penderita.
Bagitu tampak kulit yang hiperemis pada tubuh penderita, khsusnya pada tempat-tempat yang sering terjadi decubitus, semua usaha-usahan diatas dilakukan dengan lebih cermat untuk memperbaiki iskemia yang terjadi, sebab sekali terjadi kerusakan jaringa upaya penyembuhan akan lebih rumit.

Bila sudah terjadi decubitus, tentukan stadium dan tindakan medik menyesuaikan apa yang dihadapi

baca juga Penyakit Diabetes millitus, type dan penyebab diabetes millitus


Stadium decubitus

1. decubitus derajat I
Dengan reaksi peradangan masih terbatas pada epidermis;
kulit yang kemerahan dibersihkan hati-hati dengan air hangat dan sabun, diberi lotion,
kemudian dimassase 2-3 kali/hari.
2. decubitus derajat II
Dimana sudah terjadi ulkus yang dangkal;
Perawatan luka harus memperhatikan syarat-syarat aseptik dan antiseptik.
Daerah bersangkutan digesek dengan es dan dihembus dengan udara  hangat bergantian untuk meransang sirkulasi.
Dapat diberikan salep topikal, mungkin juga untuk meransang tumbuhnya jaringan muda/granulasi,
Penggantian balut dan salep ini jangan terlalu sering  karena malahan dapat merusakkan pertumbuhan jaringan yang diharapkan.
3. decubitus derajat III
Dengan ulkus yang sudah dalam, menggaung sampai pada bungkus otot dan sering sudah ada infeksi;
Usahakan luka selalu bersih dan eksudat disusahakan dapat mengalir keluar.
Balut jangan terlalu tebal dan sebaliknya transparan sehingga permeabel untuk masukknya udara/oksigen dan penguapan.
Kelembaban luka dijaga tetap basah, karena akan mempermudah regenarasi sel-sel kulit.
Jika luka kotor dapat dicuci dengan larutan NaCl fisiologis.
Antibiotik sistemik mungkin diperlukan.

4. decubitus derajat IV
Dengan perluasan ulkus sampai pada dasar tulang dan sering pula diserta jaringan nekrotik;
Semua langkah-langkah diatas tetap dikerjakan dan jaringan nekrotik yang adal harus dibersihkan , sebaba akan menghalangi pertumbuhgan jaringan/epitelisasi.
Beberapa preparat enzim coba diberikan untuk usaha ini, dengan tujuan mengurangi perdarahan, dibanding tindakan bedah yang juga merupakan alternatif lain. Setelah jaringan nekrotik dibuang danluka bersih, penyembuhan luka  secara alami dapat diharapkan.
Beberapa usaha mempercepat adalah antara lain dengan memberikan oksigenisasi pada daerah luka,
Tindakan dengan ultrasono untuk membuka sumbatan-sumbatan pembuluh darah dan sampai pada transplantasi kulit setempat.
Angka mortalitas decubitus derajat IV ini dapat mencapai 40%.
Continue reading >>

PATOFISIOLOGI TERJADINYA decubitus

0 comments

PATOFISIOLOGI TERJADINYA decubitus

Tekanan daerah pada kapiler berkisar antara 16 mmHg-33 mmHg. Kulit akan tetap utuh karena sirkulasi darah terjaga, bila tekanan padanya masih berkisar pada batas-batas tersebut. Tetapi sebagai contoh bila seorang penderita immobil/terpancang pada tempat tidurnya secara pasif dan berbaring diatas kasur busa maka tekanan daerah sakrum akan mencapai 60-70 mmHg dan daerah tumit mencapai 30-45 mmHg.

Tekanan akan menimbulkan daerah iskemik dan bila berlanjut terjadi nokrosis jaringan kulit. Percobaan pada binatang didapatkan bahwa sumbatan total pada kapiler masih bersifat reversibel bila kurang dari 2 jam. Seorang yang terpaksa berbaring berminggu-minggu tidak akan mengalami decubitus selama dapat mengganti posisi beberapa kali perjammnya.
Selain faktor tekanan, ada beberapa faktor mekanik tambahan yang dapat memudahkan terjadinya decubitus;

Faktor teregangnya kulit misalnya gerakan meluncur ke bawah pada penderita dengan posisi dengan setengah berbaring
Faktor terlipatnya kulit akiab gesekan badan yang sangat kurus dengan alas tempat tidur, sehingga seakan-akan kulit “tertinggal” dari area tubuh lainnya.
Faktor teragannya kulit akibat daya luncur antara tubuh dengan alas tempatnya berbaring akan menyebabkan terjadinya iskemia jaringan setempat.

Keadaan ini terjadi bila penderita immobil, tidak dibaringkan terlentang mendatar, tetapi pada posisi setengah duduk. Ada kecenderungan dari tubuh untuk meluncur kebawah, apalagi keadaannya basah. Sering kali hal ini dicegah dengan memberikan penhalang, misalnya bantal kecil/balok kayu pada kedua telapak kaki. Upaya ini hanya akian mencegah pergerakan dari kulit, yang sekarang terfiksasi dari alas, tetapi rangka tulang tetap cederung maju kedepan. Akibatnya terjadi garis-garis penekanan/peregangan pada jaringan subkutan yang sekan-akan tergunting pada tempat-tempat tertentu, dan akan terjadi penutupan arteriole dan arteri-arteri kecil akibat terlalu teregang bahkan sampai robek. Tenaga menggunting ini disebut Shering Forces.
Sebagai tambahan dari shering forces ini, pergerakan dari tubuh diatas alas tempatnya berbaring, dengan fiksasi kulit pada permukaan alas akan menyebabkan terjadinya lipatan-lipatan kulit (skin folding). Terutama terjadi pada penderita yang kurus dengan kulit yang kendur. Lipatan-lipatan kulit yang terjadi ini dapat menarik/mengacaukan (distorsi) dan menutup pembuluh-pembuluh darah.
Sebagai tambahan dari efek iskemia langsung dari faktor-faktor diatas, masih harus diperhatikan terjadinya kerusakan edotil, penumpukan trombosit dan edema. Semua inidapat menyebabkan nekrosis jarigan akibat lebih terganggunya aliran darah kapiler. Kerusakan endotil juga menyebabkn pembuluh darah mudah rusak bila terkena trauma.
Faktor tubuh sendiri (faktor intrinsik) juga berperan untuk terjadinya decubitus antara lain;

baca juga Fisiologi Nyeri

FAKTOR INTRINSIK terjadinya decubitus

Selama penuaan, regenerasi sel pada kulit menjadi lebih  lambat sehingga kulit akan tipis (tortora & anagnostakos, 1990)
Kandungan kolagen pada kulit yang berubah menyebabkan elastisitas kulit berkurang sehingga rentan mengalami deformasi dan kerusakan.
Kemampuan sistem kardiovaskuler yang menurun dan sistem  arteriovenosus yang kurang kompeten menyebabkan penurunan perfusi kulit secara progresif.
Sejumlah penyakit yang menimbulkan seperti DM yang menunjukkan insufisiensi kardiovaskuler perifer dan penurunan fungsi kardiovaskuler seperti pada sistem pernapasan menyebabkan tingkat oksigenisasi darah pada kulit menurun.
Status gizi, underweight atau kebalikannya overweight
Anemia
Hipoalbuminemia yang mempermudah terjadinya decubitus dan memperjelek penyembuhan decubitus, sebaliknya bila ada decubitus akam menyebabkan kadar albumin darah menurun
Penyakit-penyakit neurologik, penyakit-penyakit yang merusak pembuluh darah, juga mempermudah dan meperjelek decubitus
Keadaan hidrasi/cairan tubuh perlu dinilai dengan cermat.

baca juga mengenal LEBIH JAUH TENTANG KEJANG DEMAM

FAKTOR EKSTRINSIK terjadinya decubitus

Kebersihan tempat tidur,
alat-alat tenun yang kusut dan kotor, atau peralatan medik yang menyebabkan penderita terfiksasi pada suatu sikap tertentu juga memudahkan terjadinya decubitus.
Duduk yang buruk
Posisi yang tidak tepat
Perubahan posisi yang kurang

PENAMPILAN KLINIS DARI decubitus
Karakteristik penampilan klinis dari decubitus dapat dibagi sebagai berikut;

Derajat I
Reaksi peradangan masih terbatas pada epidermis, tampak sebagai daerah kemerahan/eritema indurasi atau lecet.
Derajat II
Reaksi yang lebih dalam lagi sampai mencapai seluruh dermis hingga lapisan lemah subkutan, tampak sebagai ulkus yang dangkal, degan tepi yang jelas dan perubahan warna pigmen kulit.
Derajat III
Ulkus menjadi lebih dalam, meliputi jaringan lemak subkutan dan menggaung, berbatasan dengan fascia dari otot-otot. Sudah mulai didapat infeksi dengan jaringan nekrotik yang berbau.
Derajat IV
Perluasan ulkus menembus otot, hingga tampak tulang di dasar ulkus yang dapat mengakibatkan infeksi pada tulang atau sendi.

Mengingat patofisiologi terjadinya decubitus adalah penekanan pada daerah-daerah tonjolan tulang, harusla diingat bahwa kerusakan jaringan dibawah tempat yang mengalami dekubitus adalah lelih luas dari ulkusnya.
Continue reading >>

mengenal decubitus dan tipe decubitus

0 comments
decubitus dan tipe ulkus decubitus
DECUBITUS

decubitus adalah kerusakan/kematian kulit sampai jaringan dibawah kulit, bahkan menembus otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan pada suatu area secara terus menerus sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi darah setempat.
Kita kehilangan sekitar satu gram sel kulit setiap harinya karena gesekan kulit pada baju dan aktivitas higiene yang dilakukan setiap hari seperti mandi.
decubitus dapat terjadi pada setiap tahap umur, tetapi hal ini merupakan masalah  yang khusus pada lansia. Khususnya pada klien dengan imobilitas.

Seseorang yang tidak im-mobil yang tidak berbaring ditempat tidur sampai berminggu-minggu tanpa terjadi decubitus karena dapat berganti posisi beberapa kali dalam sejam. Penggantian posisi ini, biarpun hanya bergeser, sudah cukup untuk mengganti bagian tubuh yang kontak dengan alas tempat tidur.

Sedangkan im-mobilitas hampir menyebabkan decubitus bila berlangsung lama. Terjadinya ulkus disebabkan ganggual aliran darah setempat, dan juga keadaan umum dari penderita.

baca juga Apakah PAP-TEST / pap smear test Itu?


Walaupun semua bagian tubuh mengalami decubitus, bagian bawah dari tubuhlah yang terutama beresiko tinggi dan membutuhkan perhatian khsus.
Area yang biasa terjadi decubitus adalah tempat diatas tonjolan tulang dan tidak dilindungi oleh cukup dengan lemak sub kutan, misalnya daerah sakrum, daerah trokanter mayor dan spina ischiadica superior anterior, daerah tumit dan siku.

decubitus merupakan suatu hal yang serius, dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi pada penderita lanjut usia. Dinegara-negara maju, prosentase terjadinya decubitus mencapai sekitar 11% dan terjadi dalam dua minggu pertama dalam perawatan.
Usia lanjut mempunyai potensi besar untuk terjadi decubitus karena perubahan kulit berkaitan dengan bertambahnya usia antara lain:
Berkurangnya jaringan lemak subkutan
Berkurangnya jaringan kolagen dan elastin
Menurunnya efesiensi kolateral kapiler pada kulit sehingga kulit menjadi lebih tipis dan rapuh.

baca juga NYERI, KONSEP NYERI

TIPE ULKUS decubitus

Berdasarkan waktu yang diperlukan untuk penyembuhan dari suatu ulkus decubitus dan perbedaan temperatur dari ulkus dengan kulit sekitarnya, decubitus dapat dibagi menjadi tiga;
1. Tipe normal
Mempunyai beda temperatur sampai dibawah lebih kurang 2,5oC dibandingkan kulit sekitarnya dan akan sembuh dalam perawatan sekitar 6 minggu. Ulkus ini terjadi karena iskemia jaringan setempat akibat tekanan, tetapi aliran darah dan pembuluh-pembuluh darah sebenarnya baik.
2. Tipe arterioskelerosis
Mempunyai beda temperatur kurang dari 1oC antara daerah ulkus dengan kulit sekitarnya. Keadaan ini menunjukkan gangguan aliran darah akibat penyakit pada pembuluh darah (arterisklerotik) ikut perperan untuk terjadinya decubitus disamping faktor tekanan. Dengan perawatan, ulkus ini diharapkan sembuh dalam 16 minggu.
3. Tipe terminal

Terjadi pada penderita yang akan meninggal dunia dan tidak akan sembuh.


demikian tentang decubitus dan ulkus decubitus,semoga apa yang kami sampaikan diatas tentang decubitus dan tipe ulkus decubitus dapat bermanfaat
Continue reading >>

Apakah PAP-TEST / pap smear test Itu?

0 comments
PAP SMEAR / PAP TEST
PAP SMEAR / PAP TEST

Apakah PAP-TEST Itu?

PAP-TEST merupakan pemeriksaan sitologi untuk mendeteksi kanker leher rahim (kanker serviks) secara dini. Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat, mudah dan tidak menyakitkan karena tidak merusak jaringan. Cara pemeriksaan ini ditemukan oleh seorang ahli anatomi dari Amerika yaitu
Dr. G. N. Papnicolau.

Mengapa Perlu PAP-TEST?

Di indonesia, kanker yang banyak ditemukan pada wanita adalah kanker payudara dan kanker leher rahim. Pada stadium dini,kanker leher rahim tidak menunjukkan gejala atau kelainan pada penderita sehingga penderita kurang waspada dan penyakit ditemukan setelah stadium lanjut, dimana tingkat keberhasilan pengobatan mnjadi kecil bahkan sering berakibat fatal. Padahal, keberhasilan pengobatan dapat menjadi 100% bila penyakit ditemukan pada stadium dini.
Dengan melakukan PAP-TEST, secara teratur pada kurun waktu tertentu, awal terjadinya peruahan sel menjadi sel kanker dapat diketahui. Dengan demikian, kanker leher rahim dapat ditemukan pada stadium sedini mungkin.
Bagaimana Cara Melakukan PAP-TEST?
Dokter, perawat atau petugas laboratorium akan memasukkan alat yang diseut spekulum kedalam vagina untuk memuka dinding vagina agar leher rahim diambil dengan mengusapkan spatula atau cervix brush pada permukaan leher rahim secara perlahan-lahan sambil diputar agar diperoleh contoh sel yang memadai.
Contoh sel yang menempel pada spatula atau cervix brush dioleskan pada permukaan kaca benda.
Proses berikutnya adalah : direndam dalam alkohol, dieri pewarnaan, lalu diperiksa diawah mikroskop oleh seorang dokter ahli patologi anatomi.

Baca juga tentang askep Haemoraghi Post Partum (HPP)

Apa Yang Ditunjukkkan Oleh PAP-TEST?

Sel yang normal, mempunyai ukuran, bentuk dan warna inti sel tertentu yang dapat berubah jika sel terseut menjadi sel kanker. Sel kanker mempunyai inti sel yang lebih besar dan warna yang leih gelap dibandingkan dengan sel normal. Derajat peruahan ini trgantung pada keparahan penyakit.
Pada PAP-TEST, hasil pengamatan dibawah mikroskop dapat menunjukkan apakah contoh sel normal atau dicurigai kanker. Bahkan apabila ada sedikit perubahan sel karena infeksi pada vagina atau leher rahim, dapat juga ditemukan dari hasil pengamatan ini.

Siapa Dan kapan Perlu PAP-TEST?

PAP-TEST dianjurkan untuk dilakukan secara rutin bagi wanita yang sudah melakukan huungan seksual dan berusia leih dari 25 tahun hingga usia 60 tahun.
Sebaiknya PAP-TEST dilakukan setiap tahun atau bila hasil pemeriksaan dua kali berturut-turut normal, pemeriksaan oleh dilakukan 2 tahu sekali atau sesuai dengan petunjuk dari dokter.
Pengambilan bahan pemeriksaan dapat dilakukan kapan saja kecuali pada saat haid. Waktu terbaik untuk pengamilan bahan pemeriksaan adalah 10-16 hari menstruasi.

Dimana Melakukan PAP-TEST?

PAP-TEST dapat dilakukan di Laoratorium Klinik Rumah Sakit, Klinik Bersalin atau di Puskesmas yang telah ditunjuk dan mempunyai peralatan untuk keperluan pemeriksaan.
Apa Yang Harus Diperhatikan Sebelum PAP-TEST?
Berikan informasi sejujurnya kepada dokter anda tentang riwayat kesehatan dan penyakit yang pernah anda derita, terutama penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual.
Hindari pemakaian obat-obatan yang dimasukkan ke dalam vagina 48 jam sebelum pemeriksaan.
Bila anda sedang minum obat tertentu, informasikan kepada dokter anda karena ada beberapa jenis obat yang dapat mempengaruhi hasil analisis sel.
Beritahukan kepada dokter anda bila anda merasakan gejala-gejala yang mencurigakan, meskipun meskipun hasil PAP-TEST negatif.

baca juga ASUHAN KEPERAWATAN ANAK KEJANG DEMAM

Apa Yang Harus Dilakukan Setelah PAP-TEST?

Apabila hasil PAP-TEST normal, ulangi pemeriksaan setahun kemudian. Apabila hasil PAP-TEST menunjukkan adanya sel-sel yang abnormal, segera huungi dokter ahli kandungan untuk diperiksa lebih lanjut dan diberi pengobatan yang tepat, kanker leher rahim dapat disembuhkan secara sempurna.
Bagaimana Cara Menghindari Ancaman Kanker Leher Rahim?
Melakukan PAP-TEST secara teratur
menghindari hal-hal yang dapat meningkatkan risiko timbulnya kanker leher rahim, misalnya : berganti-ganti pasangan seksual, merokok, dll.
Menjaga kebersihan organ intim.
Selalu waspada dan segera ke dokter bila mengalami tanda-tanda yang mencurigakan seperti:
Keputihan dan pengeluaran cairan yang berbau usuk dari vagina,
Perdarahan setelah persetubuhan,
Perdarahan atau haid yang abnormal
Luangkan Sedikit Waktu Anda Untuk Melakukan PAP-TEST Secara Teratur Dan Hindari Ancaman kanker Leher Rahim
Continue reading >>

askep Haemoraghi Post Partum (HPP)

0 comments
askep Haemoraghi Post Partum (HPP)
Sebelum ke asuhan keperawatan askep Haemoraghi Post Partum (HPP), terlebih dahulu kita lihat apa itu Haemoraghi Post Partum (HPP)

a. Pengertian Haemoraghi Post Partum (HPP)

Perdarahan yang terjadi setelah melahirkan anak dalama 24 jam yang jumlahnya lebih dari 500-600 cc.

b. Insiden Haemoraghi Post Partum (HPP)

Pada negara berkembang kasus ini mencapai 5-15 % dari seluruh jumlah persalinan yang terjadi.

baca juga Askep sindroma hiperaktivitas,penkajian dan diagnosa keperawatan sindroma hiperaktivitas

c. Etiologi Haemoraghi Post Partum (HPP)

1. Atonia uteri (50-60 %).
2. Retensio placenta (16-17%).
3. Sisa placenta (23-24 %).
4. Laserasi jalan lahir (4-5 %).
5. Kelainan darah (0,5-0,8 %).

d. Predisposisi Haemoraghi Post Partum (HPP)

Umur (yang terlalu tua atau terlalu muda pada saat melahirkan), paritas (Multi para atau grandemulti), partus lama, obstetri oprastif dan narkose, uterus terlalu tegang dan besar, kelainan pada uterus (myoma uteri), Sosek  yang kurang yang dapat menyebabkan malnutrisi.

e. Diagnosis Haemoraghi Post Partum (HPP)

1. Palpasi: kontraksi uterus dan TFU.
2. Inspeksi: Uri, ketuban (lengkap atau tidak), aapakah ada robekan di vagina atau adanya varises.
3. Eksplorasi cavum uteri: sisa uri dan ketuban, robekan rahim, placenta suksenturiata.
4. Pemeriksaan laboratoris: DL (Hb), Faal hemostasis, Clot observastion test (COT).
5. Pemeriksaan USG jika diperlukan.

f. Gejala Haemoraghi Post Partum (HPP)

Perdarahan yang lebih dari 500-600 cc, kontraksi uterus lemah, uterus lembek (boggy), Sub involusi (fundus uteri naik), muka pucat/ anemis.

g. Prognosis Haemoraghi Post Partum (HPP)

Angka kematian ibu mencapai 7,9 % (Mochtar. R), dan menurut Wignyosastro angka kematian ibu mencapai 1,8-4,5% dari kasus yang ada.

h. Penatalaksanaan Haemoraghi Post Partum (HPP)

Secara umum untuk kasus perdarahan adalah:
1. Hentikan perdarahan.
2. Cegah terjadinya syock.
3. Ganti darah yang hilang.

Penatalaksanaan khusus pada Haemoraghi Post Partum (HPP):
1. Tahap I (perdarahan yang tidak terlalu banyak):
Berikan uterotonika, urut/ massage pada rahim, pasang gurita.
2. Tahap II (perdarahan lebih banyak):
Lakukan penggantian cairan (transfusi atau infus), prasat atau manuver (Zangemeister, frits), kompresi bimanual, kompresi aorta, tamponade uterovaginal, menjepit arteri uterina.
3. Bila semua tindakan diatas tidak menolong:
Ligasi arteria hipogastrika, histerekstomi.

baca juga Askep infark miokard akut IMA

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan Haemoraghi Post Partum (HPP)

1. Resiko tinggi terjadinya infeksi berhubungan dengan gangguan pembentukan sel darah putih.
Tujuan:
Tidak terjadi infeksi selama dalam masa perawatan dengan kriteria:
Tidak ada tanda-tanda infeksi (tumor, ruborm kalor, dolor dan fungsiolaesa).
Tanda-tanda vital dalam batas normal (tensi, suhu, nadi dan respirasi).
Hasil pemeriksaan lab (DL) dalam batas normal.
Rencana:
1. Jelaskan kepada klien tentang tanda-tanda terjadinya infeksi.
R/ Pengetahuan yang memadai memungkinkan klien kooperatif terhadap tindakan keperawatan.
2. Observasi jumlah perdarahan.
R/ Perdarahan yang banyak menyebabkan pertahanan tubuh melemah akibat dari pengeluaran leukosit yang berlebihan.
3. Motivasi klien untuk menjaga kebersihan diri.
R/ Lingkungan yang lembab merupakan media yang baik bagi pertumbuhan kuman yang meningkatkan resiko terjadinya infeksi.
4. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotika.
R/ Antibiotika yang spesifik dapat membantu untuk mencegah pertumbuhan kuman yang lebh progresif.
5. Observasi tanda-tanda infeksi dan TTV (tensi, suhu, nadi dan pernafasan).
R/ Peningkatan TTV dapat mencerminkan terjadinya infeksi.

2. Resiko terjadinya anemia berhubungan dengan efek dari perdarahan.
Tujuan:
Tidak terjadi anemia selama dalam masa perawatan dengan kriteria:
Hb > 10 gr %.
Konjungtiva tidak anemis.
Mukosa tidak pucat.
Rencana:
1. Identifikasi pengetahuan pasien tentang anemia dan jelaskan penyebab dari anemia.
R/ Pengetahuan yang cukup memudahkan pasien untuk kooperatif terhadap tindakan keperawatan.
2. Anjurkan pada pasien untuk tirah baring.
R/ Aktivitas yang sedikit akan mengurangi metabolisme sehingga beban suplai oksigen ke jaringan akan menjadi lebih baik.
3. Kolaborasi dalam pemberian nutrisi yang adekuat (Diet TKTP).
R/ Nutrisi merupakan bahan sebagai pembentuk Hb terutama zat besi.
4. Kolaborasi dengan dokter dalam:
Pemberian koagulantia dan roburantia.
Pemberian transfusi.
Pemeriksaan DL secara berkala.
5. Observasi KU pasien, konjungtiva dan keluhan pasien.

3. Resiko terjadinya syock hipovolemik berhubungan dengan perdarahan yang terjadi secara terus menerus.
Tujuan:
Tidak terjadi syok selama dalam masa perawatan dengan kriteria:
Tidak terjadi penurunan kesadaran.
TTV dalam batas normal.
Turgor kulit baik.
Perfusi perifer baik (akral hangat, kering dan merah).
Cairan dalam tubuh balance.
Rencana:
1. Anjurkan pasien untuk lebih banyak minum.
R/ Peningkatan intake cairan dapat meningkatkan volume intrvaskuler yang dapat meningkatkan perfusi jaringan.
2. Observasi TTV tiap 4 jam.
R/ Perubahan TTV dapat merupakan indikator terjadinya dehidrasi secara dini.
3. Observasi terhadap tanda-tanda dehidrasi.
R/ Dehidrasi merupakan awal terjadinya syock bila dehidrasi tidak ditangan secara baik.
4. Observasi intake cairan dan output.
R/ Intake cairan yang adekuat dapat mengimbangi pengeluaran cairan yang berlebihan.
5. Kolaborasi dalam:
Pemberian cairan infus atau transfusi.
 Pemberian koagulantia dan uterotonika.
Pemesangan CVP.
Pemeriksaan BJ Plasma.

4. Resiko terjadinya asidosis metabolik berhubungan dengan penurunan jumlah darah dalam kapiler.
Tujuan:
Tidak terjadi asidosis metabolik selama dalam masa perawatan dengan kriteria:
Hasil BGA dalam batas normal.
TTV dalam batas normal.
Rencana:
1. Observasi TTV dalam batas normal.
R/ Perubahan TTV merupakan tanda awal deteksi dari terjadinya asidosis.
2. Anjurkan dan motivasi pasien untuk minum yang manis.
R/ Mengurangi pemecahan protein dan lemak yang berlebihan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme.
3. Kolaborasi dalam:
Pemeriksaan BGA.
Pemberian cairan intravena.

5. Self care defisit berhubungan dengan kelemahan fisik
Tujuan:
Selama dalam masa perawatan kebutuhan aktivitas sehari-hari terpenuhi.
Rencana:
1. Jelaskan pada pasien tentang pentingnya menjaga kebersihan diri.
R/ Pengetahuan yang memadai memungkinkan klien kooperatif terhadap tindakan perawatan yang dilakukan.
2. Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan nutrisi (makan dan minum).
R/ Kelemahan tubuh mengharuskan klien memenuhi kebutuhan dengan bantuan orang lain.
3. Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan kebersihan diri.
R/ Kelemahan tubuh yang terjadi dapat mengakibatkan ketidakmampuan memenuhi kebutuhan kebersihan perseorangan.
4. Observasi pemenuhan kebutuhan aktivitas sehari-hari. 
R/ Peningkatan kemampuan pemenuhan kebutuhan sehari-hari dapat mencerminkan berkurangnya kelemahan tubuh.

demikian tentang askep asuhan keperawatan pada Haemoraghi Post Partum (HPP) mulai dari definisi,penyebab,tanda dan gejala,diagnosis ,penatalaksanaan serta asuhan keperawatan pada Haemoraghi Post Partum (HPP),semoga bermanfaat
Continue reading >>
 
askepdb.blogspot.com © Copyright 2012. All Rights Reserved.
Created by: George Robinson.
Proudly powered by Blogger.
imagem-logoBack to TOP