Follow us: Subscribe via RSS Feed Connect on YouTube Connect on YouTube

Askep infark miokard akut IMA

0 comments
askep infark miokard akut IMA
askep infark miokard akut IMA , Infark miokardium merupakan bentuk yang paling penting dari SKA (Kumar,2010). penting adanya askep infark miokard akut IMA karena Menurut data statistik American Heart Association (AHA) 2008, pada tahun 2005 jumlah penderita yang menjalani perawatan medis di Amerika Serikat dengan kasus Angina Pektoris Tidak Stabil (APTS) atau Infark Miokardium Tanpa Elevasi ST (NSTEMI) sebanyak 1,1 juta orang (80%), sedangkan 20% kasus tercatat menderita Infark  Miokardium Dengan Elevasi ST (STEMI) (Rosi Oktarina, 2013).

Pengkajian askep infark miokard akut IMA

Tetapkan penatalaksanaan dasar untuk mendapatkan informasi tentang status terakhir pasien sehingga semua penyimpangan yang terjadi dapat segera diketahui.
1.    Riwayat atau adanya faktor-faktor resiko :
    Penyakit pembuluh darah arteri.
    Serangan jantung sebelumnya.
    Riwayat keluarga atas penyakit jantung/serangan jantung positif.
    Kolesterol serum tinggi (diatas 200 mg/L).
    Perokok
    Diet tinggi garam dan tinggi lemak.
    Kegemukan.( BB idealTB –100 ± 10 % )
    Wanita pasca menopause karena terapi estrogen.
2.    Pemeriksaan fisik berdasarkan pengkajian kardiovaskuler dapat menunjukan :
    Nyeri dada berkurang dengan istirahat atau pemberian nitrat (temuan yang paling penting) sering juga disertai :
•    Perasaan ancaman pingsan dan atau kematian
•    Diaforesis.
•    Mual dan muntah kadang-kadang.
•    Dispneu.
•    Sindrom syok dalam berbagai tingkatan (pucat, dingin, kulit lembab atau basah, turunnya tekanan darah, denyut nadi yang cepat, berkurangnya nadi perifer dan bunyi jantung).
•    Demam (dalam 24 – 48 jam ).
3.    Kaji nyeri dada sehubungan dengan :
    Faktor perangsang.
    Kualitas.
    Lokasi.
    Beratnya.
4.    Pemeriksaan Diagnostik
    EKG, menyatakan perpindahan segmen ST, gelombang Q, dan perubahan gelombang T.
    Berdasarkan hasil sinar X dada terdapat pembesaran jantung dan kongestif paru.
    Enzim jantung (Gawlinski, 1989)
•    Kreatinin kinase (CK) – isoenzim MB mulai naik dalam 6 jam, memuncak dalam 18 – 24 jam dan kembali normal antara 3 – 4 hari, tanpa terjadinya neurosis baru.  Enzim CK – MB ssering dijadikan sebagai indikator Infark Miokard.
•    Laktat dehidrogenase (LDH) mulai meningkat dalam 6 – 12 jam, memuncak dalam 3 – 4 hari dan normal 6 –12 hari.
•    Aspartat aminotransferase serum (AST) mulai meningkat dalam 8 – 12 jam dan bertambah pekat dalam 1 – 2 hari.  Enzim ini muncul dengan kerusakan yang hebat dari otot tubuh.
    Test tambahan termasuk pemeriksaan elektrolit serum, lipid serum, urinalisis, analisa gas darah (AGD).

DIAGNOSA KEPERAWATAN pada askep infark miokard akut IMA

1. Gangguan perfusi jaringan
Dapat dihubungkan  dengan : Iskemik, kerusakan otot jantung, penyempitan / penyumbatan  pembuluh darah arteri koronaria
Kemungkinan dibuktikan oleh :
    Daerah perifer dingin
    EKG elevasi segmen ST & Q patologis pada lead tertentu
    RR lebih dari 24 x/ menit
    Kapiler refill Lebih dari 3 detik
    Nyeri dada
    Gambaran foto torak terdpat pembesaran jantung & kongestif paru ( tidak selalu )
    HR lebih dari 100 x/menit, TD > 120/80AGD dengan : pa O2 < 80 mmHg, pa Co2 > 45 mmHg dan Saturasi < 80 mmHg
    Nadi lebih dari 100 x/ menit
    Terjadi peningkatan enzim jantung yaitu CK, AST, LDL/HDL
Tujuan :
Gangguan perfusi  jaringan berkurang / tidak meluas selama dilakukan tindakan perawatan di RS.
Kriteria :
Daerah perifer hangat, tak sianosis, gambaran EKG tak menunjukan perluasan infark RR 16-24 x/ menit tak terdapat clubbing finger, kapiler refill 3-5 detik, nadi 60-100x / menit, TD 120/80 mmHg
Rencana Tindakan :
    Monitor Frekuensi dan irama jantung
    Observasi perubahan  status mental
    Observasi warna  dan suhu kulit / membran mukosa
    Ukur haluaran urin dan catat berat jenisnya
    Kolaborasi : Berikan cairan IV l sesuai indikasi
    Pantau Pemeriksaan diagnostik / dan laboratorium mis EKG, elektrolit , GDA( Pa O2, Pa CO2 dan saturasi O2 ). Dan  Pemberian oksigen

2. Nyeri
Dapat dihubungkan dengan: Iskemia jaringan sekunder terhadap  sumbatan arteri coroner.
Kemungkinan  dibuktikan oleh : nyeri dada dengan atau tanpa penyebaran, wajah meringis, gelisah, delirium  perubahan nadi  TD
Tujuan :
Nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan selama
Kriteria :
Nyeri dada berkurang misalnya dari skala 3 ke 2, atau dari 2 ke 1, ekpresi wajah  rileks / tenang, tak tegang , tidak gelisah  nadi 60-100 x / menit, Td 120/ 80 mmHg
Rencana tindakan :
    Observasi karakteristik, lokasi, waktu, dan perjalanan  rasa nyeri dada  tersebut.
    Anjurkan pada klien  menghentikan aktifitas selama ada serangan dan istirahat.
    Bantu klien  melakukan tehnik relaksasi, mis nafas dalam, perilaku distraksi, visualisasi, atau bimbingan imajinasi.
    Pertahankan Olsigenasi  dengan bikanul contohnya ( 2-4 L/ menit )
    Monitor tanda-tanda vital ( Nadi & tekanan darah ) tiap dua jam.
    Kolaborasi  dengan tim kesehatan  dalam pemberian analgetik.

3.    Kemungkinan terhadap kelebihan  volume cairan ekstravaskuler
Faktor resiko meliputi :
Penurunan perfusi ginjal, peningkatan  natrium/ retensi air, peningkatan  tekanan hidrostatik atau penurunan protein plasma ( menyerap cairan  dalam area interstisial/ jaringan )
Kemunkinan dibuktikan oleh : tidak adanya tanda-tanda  dan gejala gejala membuat  diagnosa actual.
Tujuan :
Keseimbangan volume cairan dapat dipertahankan  selama dilakukan tindakan keperawatan selama di RS


Kriteria :
Mempertahankan  keseimbangan cairan seperti dibuktikan  oleh tekanan darah dalam batas normal, tak ada distensi  vena perifer/ vena dan edema  dependen, paru bersih dan  berat badan  ideal ( BB idealTB –100 ± 10 %)
Perencanaan tindakan :
    Ukur masukan / haluaran, catat penurunan , pengeluaran, sifat konsentrasi, hitung keseimbangan cairan
    Observasi adanya oedema dependen
    Timbang BB tiap hari
    Pertahankan masukan  total caiaran 2000 ml/24 jam dalam toleransi kardiovaskuler
    Kolaborasi : pemberian diet rendah natrium, berikan  diuetik.

4. Kerusakan pertukarann gas
Dapat dihubungkan oleh :
Gangguan aliran darah ke alveoli atau kegagalan utama paru, perubahan membran  alveolar- kapiler ( atelektasis , kolaps jalan nafas/ alveolar  edema paru/efusi, sekresi berlebihan / perdarahan aktif
Kemungkinan dibuktikan oleh :
Dispnea berat, gelisah, sianosis, perubahan GDA, hipoksemia
Tujuan :
Oksigenasi dengan GDA dalam rentang normal (pa O2 < 80 mmHg, pa Co2 > 45 mmHg dan Saturasi < 80 mmHg ) setelah dilakukan tindakan keperawtan selama di RS.
Kriteria hasil :
Tidak sesak nafas,  tidak gelisah,  GDA dala batas Normal ( pa O2 < 80 mmHg, pa Co2 > 45 mmHg dan Saturasi < 80 mmHg )
Tindakan :
    Catat frekuensi & kedalaman pernafasan, penggunaan otot Bantu pernafasan
    Auskultasi paru untuk  mengetahui penurunan / tidak adanya  bunyi nafas  dan adanya bunyi tambahan missal krakles, ronki dll.
    Lakukan tindakan untuk memperbaiki / mempertahankan jalan nafas misalnya , batuk,  penghisapan lendir dll.
    Tinggikan kepala / tempat tidur sesuai kebutuhan / toleransi pasien
    Kaji toleransi aktifitas misalnya  keluhan kelemahan/ kelelahan selama kerja atau tanda vital berubah.

5.    Intoleransi aktifitas dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari
Dapat dihubungakan dengan : ketidakseimbangan antar suplai oksigen miocard dan  kebutuhan, adanya iskemik/ nekrotik jaringan miocard.
Kemungkinan dibuktikan oeh :
Gangguan frekuensi jantung, tekanan darah dalam aktifitas, terjadinya disritmia, kelemahan umum
Tujuan :
Terjadi peningkatan toleransi  pada klien setelah dilaksanakan  tindakan keperawatan selama di RS
Kriteria : frekuensi jantung  60-100 x/ menit dan TD 120-80 mmHg
Rencana tindakan ::
    Catat frekuensi  jantung, irama,  dan perubahan TD selama dan sesudah aktifitas
    Tingkatkan istirahat ( di tempat tidur )
    Batasi aktifitas pada dasar nyeri  dan berikan aktifitas sensori yang tidak berat.
    Jelaskan pola peningkatan  bertahap dari tingkat aktifitas, contoh bengun dari  kursi bila tidak ada  nyeri, ambulasi dan istirahat selam 1 jam  setelah mkan.
    Kaji ulang tanda  gangguan yang menunjukan tidak toleran  terhadap aktifitas atau memerlukan  pelaporan pada dokter.

6.    Kurang pengetahuan mengenai kondisi, kebutuhan pengobatan
Dapat dihubungkan dengan :
Kurang  informasi tentang fungsi jantung / implikasi  penyakit jantung  dan status kesehatan  yang akan datang , kebutuhan  perubahan pol hidup.
Kemungkinan dibuktikan oleh :   
Pernyataan masalah, kesalahan konsep, pertanyaan, terjadinya kompliksi  yang dapat dicegah
Tujuan :
Pengetahuan klien tentang  kondisi  penyakitnya  menguat setelah diberi  pendidikan kesehatan selam di RS
Kriteria :
    Menyatakan pemahaman tentang penyakit jantung , rencana pengobatan,  tujuan pengobatan & efek samping  / reaksi merugikan
    Menyebutkan gngguan yang memerlukan prhatian cepat.
Tindakan :
    Berikan informasi dalam bentuk belajar yang berfariasi, contoh buku, program audio/ visual, Tanya jawab dll.
    Beri penjelasan factor resiko, diet ( Rendah lemak dan rendah garam ) dan aktifitas yang berlebihan,
    Peringatan untuk menghindari paktifitas manuver valsava
    Latih pasien sehubungan dengan aktifitas yang bertahap contoh : jalan, kerja,  rekreasi  aktifitas seksual.

demikian askep infark miokard akut IMA yang dapat kami sampaikan, terimakasih atas kunjungannya di askep infark miokard akut IMA askepdb.blogspot.co.id
Continue reading >>

INFARK MIOKARD AKUT (IMA) tanda dan gejala,pengobatan infark miokard akut (IMA)

0 comments

INFARK MIOKARD AKUT

INFARK MIOKARD AKUT (IMA) tanda dan gejala,pengobatan infark miokard akut (IMA)
infark miokard akut atau ima dari Data World Health Organization (WHO) WHOtahun 2004 melaporkan bahwa infark miokard akut (IMA)) merupakan penyebab utama kematian di dunia. Terhitung sebanyak 7,2 juta (12,2%) kematian terjadi akibat infark miokard akut IMA ( IMA) di seluruh dunia. Menurut data American Heart Association (AHA) tahun 2015, angka kematian penyakit kardiovaskuler di Amerika Serikat sebesar 31,3%.

DEFINISI INFARK MIOKARD AKUT

Infark miokard adalah kematian/nekrosis jaringan miokard akibat  penurunan    secara tiba-tiba aliran darah arteri koronaria ke jantung atau terjadinya peningkatan kebutuhan oksigen secara tiba-tiba tanpa perfusi arteri koronaria yang cukup.

Penyebab infark miokard akut (IMA) / ETIOLOGI infark miokard akut (IMA)
Infark miokard dapat disebabkan oleh :
  • penyempitan kritis arteri koroner akibat ateriosklerosis atau oklusi arteri komplit akibat embolus atau trombus.
  • Penurunan aliran darah koroner dapat juga disebabkan oleh syok dan hemoragi. 
  • Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen miokard.

TANDA DAN GEJALA infark miokard akut (IMA)

Tanda dan gejala infark miokard  ( TRIAGE ) adalah :
1.  Klinis
a.    Nyeri dada yang terjadi secara mendadak dan terus-menerus tidak mereda, biasanya diatas region sternal bawah dan abdomen bagian atas, ini merupakan gejala utama.
b.    Keparahan nyeri dapat meningkat secaara menetap sampai nyeri tidak tertahankan lagi.
c.    Nyeri tersebut sangat sakit, seperti tertusuk-tusuk yang dapat menjalar ke bahu dan terus ke bawah menuju lengan (biasanya lengan kiri).
d.    Nyeri mulai secara spontan (tidak terjadi setelah kegiatan atau gangguan emosional), menetap selama beberapa jam atau hari, dan tidak hilang dengan bantuan istirahat atau nitrogliserin (NTG).
e.    Nyeri dapat menjalar ke arah rahang dan  leher.
f.    Nyeri sering disertai dengan sesak nafas, pucat, dingin, diaforesis berat, pening atau kepala terasa melayang dan mual muntah.
g.    Pasien dengan diabetes melitus tidak akan mengalami nyeri yang hebat karena neuropati yang menyertai diabetes dapat mengganggu neuroreseptor (menumpulkan pengalaman nyeri)
2.    Laboratotium
Pemeriksaan Enzim jantung
CPK-MB/CPK
Isoenzim yang ditemukan  pada otot jantung  meningkat antara  4-6 jam, memuncak dalam 12-24 jam,  kembali normal dalam 36-48 jam.
LDH/HBDH
Meningkat dalam  12-24 jam dam memakan  waktu lama untuk kembali normal
AST/SGOT
Meningkat ( kurang nyata/khusus ) terjadi dalam 6-12 jam, memuncak dalam 24 jam, kembali normal dalam 3 atau 4  hari
3.    EKG
Perubahan EKG yang terjadi pada fase awal  adanya  gelombang T tinggi dan simetris. Setelah  ini terdapat elevasi segmen ST.Perubahan yang terjadi kemudian  ialah adanya  gelombang Q/QS yang menandakan adanya nekrosis.

KOMPLIKASI infark miokard akut (IMA)

Komplikasi infark miokard akut (IMA) ialah : syok kardiogenik, ruptur septum atau dinding ventrikel, perikarditis, myocardial stunning dan tromboemboli.

DIAGNOSTIK infark miokard akut (IMA)

Diagnosis AMI dapat ditegakkan  secara :
  • Anamnesis
  • Keluhan nyeri dada yang disebabkan oleh IMA ialah  sebagai berikut :
          - Nyeri  substernal, prekordial, epigastrium. Nyeri menjalar  ke lengan kiri , leher dan rahang.
          - Nyeri dada lebih dari 30 menit
          - Kualitas nyeri dada seperti ditekan, diremas, terasa berat
          - Nyeri dada tidak hilang  dengan istirahat atau pemberian  nitrat sublingual
          - Dapat disertai palpitasi , sesak nafas, banyak keringat dan pucat ( Schneider & Seckler, 1981 )
         Skor nyeri menurut White
       0    : Tak mengalami nyeri
       1    : Nyeri pada satu sisi, tanpa mengganggu aktifitas
        2    : Nyeri lebih pada satu tempat & mengakibatkan terganggunya aktifitas, misalnya kesulitan bangun  dari tempat tidur, sulit menekuk kepala dll.
         - Pemeriksaan EKG
Perubahan EKG yang terjadi pada fase awal  adanya  gelombang T tinggi dan simetris.Setelah  ini terdapat elevasi segmen ST.Perubahan yang terjadi kemudian  ialah adanya  gelombang Q/QS yang menandakan adanya nekrosis.

  • Pemeriksaan Enzim jantung
CPK-MB/CPK
Isoenzim yang ditemukan  pada otot jantung  meningkat antara  4-6 jam, memuncak dalam 12-24 jam,  kembali normal dalam 36-48 jam.
LDH/HBDH
Meningkat dalam  12-24 jam dam memakan  waktu lama untuk kembali normal
AST/SGOT
Meningkat ( kurang nyata/khusus ) terjadi dalam 6-12 jam memuncak dalam 24 jam kembali normal dalam 3 atau 4  hari

Pengobatan infark miokard akut (IMA) / PENATALAKSANAAN infark miokard akut (IMA)

Tujuan penatalaksanaan medis adalah untuk meminimalkan kerusakan    miokard dengan: menghilangkan nyeri, memberikan istirahat dan mencegah timbulnya komplikasi seperti disritmia letal dan syok kardiogenik.
1.    Pemberian oksigen dilakukan saat awitan nyeri dada.
2.    Analgesik (morfin sulfat). Farmakoterapi :
  • Vasodilator untuk meningkatkan sulpai oksigen (NTG).
  • Antikoagulan (Heparin).
  • Trombolitik (streptokinase, aktivator plasminogen jenis jaringan <t-pA> , anistreplase) hanya akan efektif bila diberikan dalam 6 jam awitan nyeri dada, selama terjadi neurosis jaringan transmural.
demikian sekilas tengan infark miokard akut (IMA), semoga apa yang kami sampaikan diatas tentang infark miokard akut (IMA) dapat bermanfaat
Continue reading >>

Askep trauma thorax

0 comments

askep truma thorax

Askep trauma thorax, setelah pembahasan sebelumnya tentang TRAUMA THORAX ( PENUMOTHORAX / HEMATOTORAX ) mulai dari Pengertian Trauma thorax,hematothorax,Anatomi Thorax,patofisiologi pathways trauma thorax,pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada trauma thorax serta penatalaksanaan trauma thorax dengan wsd serta cara perawatan wsd, sekarang bahasan kita adalah askep trauma thorax

Askep trauma thorax

KONSEP KEPERAWATAN trauma thorax

A. Pengkajian keperawatan pada askep trauma thorax yang diperlukan:
Point yang penting dalam riwayat keperawatan :
1. Umur : Sering terjadi usia 18 - 30 tahun.
2. Alergi terhadap obat, makanan tertentu.
3. Pengobatan terakhir.
4. Pengalaman pembedahan.
5. Riwayat penyakit dahulu.
6. Riwayat penyakit sekarang.
7. Dan Keluhan.
B. Pemeriksaan Fisik :
1. Sistem Pernapasan :
Sesak napas
Nyeri, batuk-batuk.
Terdapat retraksi klavikula/dada.
Pengambangan paru tidak simetris.
Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain.
Pada perkusi ditemukan Adanya suara sonor/hipersonor/timpani, hematotraks (redup)
Pada asukultasi suara nafas menurun, bising napas yang berkurang/menghilang.
Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas.
Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
Gerakan dada tidak sama waktu bernapas.

2. Sistem Kardiovaskuler :
Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk.
Takhikardia, lemah
Pucat, Hb turun /normal.
Hipotensi.

3. Sistem Persyarafan :
Tidak ada kelainan.

4. Sistem Perkemihan.
Tidak ada kelainan.

5. Sistem Pencernaan :
Tidak ada kelainan.

6. Sistem Muskuloskeletal - Integumen.
Kemampuan sendi terbatas.
Ada luka bekas tusukan benda tajam.
Terdapat kelemahan.
Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan.

7. Sistem Endokrine :
Terjadi peningkatan metabolisme.
Kelemahan.

8. Sistem Sosial / Interaksi.
Tidak ada hambatan.

9. Spiritual :
Ansietas, gelisah, bingung, pingsan.

10. Pemeriksaan Diagnostik :
Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleural.
Pa Co2 kadang-kadang menurun.
Pa O2 normal / menurun.
Saturasi O2 menurun (biasanya).
Hb mungkin menurun (kehilangan darah).
Toraksentesis : menyatakan darah/cairan,

Diagnosa Keperawatan pada truma thorax :

1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang tidak maksimal karena akumulasi udara/cairan.
2. Inefektif bersihan jalan napas / Bersihan Jalan Nafas tidak efektif
berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
3. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder.
4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal.
5. Resiko Kolaboratif : Akteletasis dan Pergeseran Mediatinum.
6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang bullow drainage.
7. Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan tempat masuknya organisme sekunder terhadap trauma.

Intevensi Keperawatan pada askep trauma thorax ini:

1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekspansi paru yang tidak maksimal karena trauma.
Tujuan : Pola pernapasan efektive.
Kriteria hasil :
Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektive.
Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.

Intervensi :
a. Berikan posisi yang  nyaman, biasanya dnegan peninggian kepala tempat tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
R/ Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit.
b. Obsservasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan tanda-tanda vital.
R/ Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebgai akibat stress fifiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia.
c. Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin keamanan.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
d. Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak atau kolaps paru-paru.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
e. Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.
R/ Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas.
f. Perhatikan alat bullow drainase berfungsi baik, cek setiap 1 - 2 jam :
1) Periksa pengontrol penghisap untuk jumlah hisapan yang benar.
R/ Mempertahankan tekanan negatif intrapleural sesuai yang diberikan, yang meningkatkan ekspansi paru optimum/drainase cairan.
2) Periksa batas  cairan pada botol penghisap, pertahankan pada batas yang ditentukan.
R/ Air penampung/botol bertindak sebagai pelindung yang mencegah udara atmosfir masuk ke area pleural.
3) Observasi gelembung udara botol penempung.
R/ gelembung udara selama ekspirasi menunjukkan lubang angin dari penumotoraks/kerja yang diharapka. Gelembung biasanya menurun seiring dnegan ekspansi paru dimana area pleural menurun. Tak adanya gelembung dapat menunjukkan ekpsnsi paru lengkap/normal atau slang buntu.
4) Posisikan sistem drainage slang untuk fungsi optimal, yakinkan slang tidak terlipat, atau menggantung di bawah saluran masuknya ke tempat drainage. Alirkan akumulasi dranase bela perlu.
R/ Posisi tak tepat, terlipat atau pengumpulan bekuan/cairan pada selang mengubah tekanan negative yang diinginkan.
5) Catat karakter/jumlah drainage selang dada.
R/ Berguna untuk mengevaluasi perbaikan kondisi/terjasinya perdarahan yang memerlukan upaya intervensi.
g. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
1) Dengan dokter, radiologi  dan fisioterapi.
Pemberian antibiotika.
Pemberian analgetika.
Fisioterapi dada.
Konsul photo toraks.
R/Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.

2. Inefektif bersihan jalan napas / Bersihan Jalan Nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.

Tujuan :  Jalan napas lancar/normal

Kriteria hasil :
Menunjukkan batuk yang efektif.
Tidak ada lagi penumpukan sekret di sal. pernapasan.
Klien nyaman.

Intervensi :
a. Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat penumpukan sekret di sal. pernapasan.
R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
b. Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif, menyebabkan frustasi.
1) Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
R/ Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.
2) Lakukan pernapasan diafragma.
R/ Pernapasan diafragma menurunkan frek. napas dan meningkatkan ventilasi alveolar.
3) Tahan napas selama 3 - 5  detik kemudian secara perlahan-lahan, keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut.
4) Lakukan napas ke dua , tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan kuat.
R/ Meningkatkan volume udara dalam paru mempermudah pengeluaran sekresi sekret.
c. Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.
R/  Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk klien.
d. Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi : mempertahankan hidrasi yang adekuat; meningkatkan masukan cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak kontraindikasi.
R/ Sekresi kental sulit untuk diencerkan dan dapat menyebabkan sumbatan mukus, yang mengarah pada atelektasis.
e. Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk.
R/ Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan mencegah bau mulut.
f. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :
Dengan dokter, radiologi  dan fisioterapi.
Pemberian expectoran.
Pemberian antibiotika.
Fisioterapi dada.
Konsul photo toraks.
R/ Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan menevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.
   
3. Perubahan kenyamanan : Nyeri akut berhubungan dengan trauma jaringan  dan reflek spasme otot sekunder.
Tujuan : Nyeri berkurang/hilang.
Kriteria hasil :
Nyeri berkurang/ dapat diadaptasi.
Dapat mengindentifikasi aktivitas yang meningkatkan/menurunkan nyeri.
Pasien tidak gelisah.

Intervensi :
a. Jelaskan dan bantu klien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan non invasif.
R/ Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri.
1) Ajarkan Relaksasi : Tehnik-tehnik untuk menurunkan ketegangan otot rangka, yang dapat menurunkan intensitas nyeri dan juga tingkatkan relaksasi masase.
R/ Akan melancarkan peredaran darah, sehingga kebutuhan O2 oleh jaringan akan terpenuhi, sehingga akan mengurangi nyerinya.
2) Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut.
R/ Mengalihkan perhatian nyerinya ke hal-hal yang menyenangkan.
b. Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang nyaman ; misal waktu tidur, belakangnya dipasang bantal kecil.
R/ Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan kenyamanan.
c. Tingkatkan pengetahuan  tentang : sebab-sebab nyeri, dan menghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung.
R/ Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya. Dan dapat membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
d. Kolaborasi denmgan dokter, pemberian analgetik.
R/ Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang.
e. Observasi tingkat nyeri, dan respon motorik klien,  30 menit setelah pemberian obat analgetik untuk mengkaji efektivitasnya. Serta setiap 1 - 2 jam setelah tindakan perawatan selama 1 - 2 hari.
R/ Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang obyektif untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat.

DAFTAR  PUSTAKA



Carpenito, L.J. (1997). Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC.

Depkes. RI. (1989). Perawatan Pasien Yang Merupakan Kasus-Kasus Bedah. Jakarta : Pusdiknakes.

Doegoes, L.M. (1999). Perencanaan Keperawatan dan Dokumentasian keperawatan. Jakarta : EGC.

Hudak, C.M. (1999) Keperawatan Kritis. Jakarta : EGC.

Pusponegoro, A.D.(1995). Ilmu Bedah. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

demikian tentang askep trauma thorax, see you next time di askepdb.blogspot.co.id
Continue reading >>

TRAUMA THORAX (PENUMOTHORAX/HEMATOTORAX)

0 comments

TRAUMA THORAX (PENUMOTHORAX/HEMATOTORAX) DENGAN PEMASANGAN BULLOW DRAINAGE

trauma thorax
pembahasan kali ini tentang TRAUMA THORAX ( PENUMOTHORAX / HEMATOTORAX ), pneumothorax, mulai dari Pengertian Trauma thorax,hematothorax,Anatomi Thorax,patofisiologi pathways trauma thorax,pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada trauma thorax serta penatalaksanaan trauma thorax dengan wsd serta cara perawatan wsd

Trauma thorax KONSEP DASAR

Pengertian Trauma thorax

Trauma thorax adalah semua ruda paksa pada thorax dan dinding thorax, baik trauma atau ruda paksa tajam atau tumpul. (Lap. UPF bedah, 1994).
Hematothorax adalah tedapatnya darah dalam rongga pleura, sehingga paru terdesak dan terjadinya perdarahan.
Pneumotorax adalah terdapatnya udara dalam rongga pleura, sehingga paru-paru dapat terjadi kolaps.

Anatomi Thorax
1. Anatomi Rongga Thoraks
            Kerangka dada yang terdiri dari tulang dan tulang rawan, dibatasi  oleh :
        - Depan     : Sternum dan tulang iga.
        - Belakang    : 12 ruas tulang belakang (diskus intervertebralis).
        - Samping    : Iga-iga beserta otot-otot intercostal.
        - Bawah    : Diafragma
   - Atas     : Dasar leher.
Isi :
Sebelah kanan dan kiri rongga toraks terisi penuh oleh paru-paru beserta pembungkus pleuranya.
Mediatinum : ruang di dalam rongga dada antara kedua paru-paru. Isinya meliputi jantung dan pembuluh-pembuluh darah besar, oesophagus, aorta desendens, duktus torasika dan vena kava superior, saraf vagus dan frenikus serta sejumlah besar kelenjar limfe (Pearce, E.C., 1995).


trauma thorax
patofisiologi pathway trauma thorax

Pemeriksaan Penunjang pada trauma thorax:

a. Photo toraks (pengembangan paru-paru).
b. Laboratorium (Darah Lengkap dan Astrup).

Penatalaksanaan Trauma thorax

1. Bullow  Drainage / WSD
Pada trauma toraks, WSD dapat berarti :
a. Diagnostik :
Menentukan perdarahan dari pembuluh darah besar atau kecil, sehingga dapat ditentukan perlu operasi torakotomi atau tidak, sebelum penderita jatuh dalam shock.
b. Terapi :
Mengeluarkan darah atau udara yang terkumpul di rongga pleura. Mengembalikan tekanan rongga pleura sehingga "mechanis of breathing" dapat kembali seperti yang seharusnya.
c. Preventive :
Mengeluarkan udaran atau darah yang masuk ke rongga pleura sehingga "mechanis of breathing" tetap baik.

2. Perawatan WSD dan pedoman latihanya :
a. Mencegah infeksi di bagian masuknya slang.
Mendeteksi di bagian dimana masuknya slang, dan pengganti verband 2 hari sekali, dan perlu diperhatikan agar kain kassa yang menutup bagian masuknya slang dan tube tidak boleh dikotori waktu menyeka tubuh pasien.
b. Mengurangi rasa sakit dibagian masuknya slang. Untuk rasa sakit yang hebat akan diberi analgetik oleh dokter.
c. Dalam perawatan yang harus diperhatikan :
Penetapan slang.
Slang diatur se-nyaman mungkin, sehingga slang yang dimasukkan tidak terganggu dengan bergeraknya pasien, sehingga rasa sakit di bagian masuknya slang dapat dikurangi.
Pergantian posisi badan.
Usahakan agar pasien dapat merasa enak dengan memasang bantal kecil dibelakang, atau memberi tahanan pada slang, melakukan pernapasan perut, merubah posisi tubuh sambil mengangkat badan, atau menaruh bantal di bawah lengan atas yang cedera.
d. Mendorong berkembangnya paru-paru.
Dengan WSD/Bullow drainage diharapkan paru mengembang.
Latihan napas dalam.
Latihan batuk yang efisien : batuk dengan posisi duduk, jangan batuk waktu slang diklem.
Kontrol dengan pemeriksaan fisik dan radiologi.

e. Perhatikan keadaan dan banyaknya cairan suction.
Perdarahan dalam 24 jam setelah operasi umumnya 500 - 800 cc. Jika perdarahan dalam 1 jam melebihi 3 cc/kg/jam, harus dilakukan torakotomi. Jika banyaknya hisapan bertambah/berkurang, perhatikan juga secara bersamaan keadaan pernapasan.
f. Suction harus berjalan efektif :
Perhatikan setiap 15 - 20 menit selama 1 - 2 jam setelah operasi dan setiap 1 - 2 jam selama 24 jam setelah operasi.
Perhatikan banyaknya cairan, keadaan cairan, keluhan pasien, warna muka, keadaan pernapasan, denyut nadi, tekanan darah.
Perlu sering dicek, apakah tekanan negative tetap sesuai petunjuk jika suction kurang baik, coba merubah posisi pasien dari terlentang, ke 1/2 terlentang atau 1/2 duduk ke posisi miring bagian operasi di bawah atau di cari penyababnya misal : slang tersumbat oleh gangguan darah, slang bengkok atau alat rusak, atau lubang slang tertutup oleh karena perlekatanan di dinding paru-paru.

g. Perawatan "slang" dan botol WSD/ Bullow drainage.
1) Cairan dalam botol WSD diganti setiap hari , diukur berapa cairan yang keluar kalau ada dicatat.
2) Setiap hendak mengganti botol dicatat pertambahan cairan dan adanya gelembung udara yang keluar dari bullow drainage.
3) Penggantian botol harus "tertutup" untuk mencegah udara masuk yaitu meng"klem" slang pada dua tempat dengan kocher.
4) Setiap penggantian botol/slang harus memperhatikan sterilitas botol dan slang harus tetap steril.
5) Penggantian harus juga memperhatikan keselamatan kerja diri-sendiri, dengan memakai sarung tangan.
6) Cegah bahaya yang menggangu tekanan negatip dalam rongga dada, misal : slang terlepas, botol terjatuh karena kesalahan dll.
h. Dinyatakan berhasil, bila :
a. Paru sudah mengembang penuh pada pemeriksaan fisik dan radiologi.
b. Darah cairan tidak keluar dari WSD / Bullow drainage.
c. Tidak ada pus dari selang WSD.

3. Pemeriksaan penunjang
a. X-foto thoraks 2 arah (PA/AP dan lateral)
b. Diagnosis fisik :
Bila pneumotoraks < 30% atau hematothorax ringan (300cc) terap simtomatik, observasi.
Bila pneumotoraks > 30% atau hematothorax sedang (300cc) drainase cavum pleura dengan WSD, dainjurkan untuk melakukan drainase dengan continues suction unit.
Pada keadaan pneumothoraks yang residif lebih dari dua kali harus dipertimbangkan thorakotomi
Pada hematotoraks yang massif (terdapat perdarahan melalui drain lebih dari 800 cc segera thorakotomi.

4. Terapi :
a. Antibiotika..
b. Analgetika.
c. Expectorant.

E. Komplikasi
1. tension penumototrax
2. penumotoraks bilateral
3. emfiema

demikian tentang TRAUMA THORAX ( PENUMOTHORAX / HEMATOTORAX ), pneumothorax, semoga apa yang kami sampaikan tentang TRAUMA THORAX ( PENUMOTHORAX / HEMATOTORAX ) mulai dari Pengertian Trauma thorax,hematothorax,Anatomi Thorax,patofisiologi pathways trauma thorax,pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada trauma thorax serta penatalaksanaan trauma thorax dengan wsd serta cara perawatan wsd, semoga bermanfaat

Continue reading >>

Askep Hipertensi full

8 comments
askep hipertensi
askep hipertensi mulai dari definisi hipertensi,penyebab, tanda dan gejala hipertensi,penatalaksanaan hipertensi sampai ke diagnosa keperawatan pada hipertensi serta tindakan dan kriteria hasil yang diharapkan pada askep hipertensi

askep hipertensi,sebelum kita membahas tentang askep hipertensi, kita bahas dahulu tentang tinjauan teori dari hipertensi

PENGERTIAN hipertensi

Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastoliknya diatas 90 mmHg.( Smith Tom, 1995 )  Menurut WHO, penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan sistolik lebih besar atau sama dengan 160 mmHg dan atau tekanan diastolic sama atau lebih besar 95 mmHg ( Kodim Nasrin, 2003 ). Hipertensi dikategorikan ringan apabila tekanan diastoliknya antara 95 – 104 mmHg, hipertensi sedang jika tekanan diastoliknya antara 105 dan 114 mmHg, dan hipertensi berat bila tekanan diastoliknya 115 mmHg atau lebih. Pembagian ini berdasarkan peningkatan tekanan diastolic karena dianggap lebih serius dari peningkatan sistolik ( Smith Tom, 1995 ).

PENYEBAB hipertensi

Hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2 golongan besar yaitu : ( Lany Gunawan, 2001 )
1. Hipertensi essensial ( hipertensi primer ) yaitu hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya
2. Hipertensi  sekunder yaitu hipertensi yang di sebabkan oleh penyakit lain

Hiperrtensi primer terdapat pada lebih dari 90 % penderita hipertensi, sedangkan 10 % sisanya disebabkan oleh hipertensi sekunder. Meskipun hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-data penelitian telah menemukan beberapa factor yang sering menyebabkan terjadinya hipertensi. Factor tersebut adalah sebagai berikut :
a. Faktor keturunan
Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi
b. Ciri perseorangan
Cirri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah umur       ( jika umur bertambah maka TD meningkat ), jenis kelamin ( laki-laki lebih tinggi dari perempuan ) dan ras (    ras    kulit   hitam   lebih  banyak dari kulit putih )
c. Kebiasaan hidup
Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah konsumsi garam yang tinggi ( melebihi dari 30 gr ), kegemukan atau makan berlebihan, stress dan pengaruh lain misalnya merokok, minum alcohol, minum obat-obatan ( ephedrine, prednison, epineprin )


PATOFISIOLOGI hipertensi

Mekanisme yang mengontrol konnstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai factor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhirespon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana system saraf simpatis merangsang pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin. Rennin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua factor ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Untuk pertimbangan gerontology. Perubahan structural dan fungsional pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung ( volume sekuncup ), mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer ( Brunner & Suddarth, 2002 ).

TANDA DAN GEJALA hipertensi

Tanda dan gejala pada hipertensi dibedakan menjadi : ( Edward  K Chung, 1995 )
1. Tidak ada gejala
Tidak ada gejala yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan tekanan darah, selain penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.

2. Gejala yang lazim
Sering dikatakan bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri kepala dan kelelahan. Dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang mengenai kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Riwayat dan pemeriksaan fisik secara menyeluruh
2. Pemeriksaan retina
3. Pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui kerusakan organ seperti ginjal dan jantung
4. EKG untuk mengetahui hipertropi ventrikel kiri
5. Urinalisa untuk mengetahui protein dalam urin, darah, glukosa
6. Pemeriksaan : renogram, pielogram intravena arteriogram renal, pemeriksaan fungsi ginjal terpisah dan penentuan kadar urin.
7. Foto dada dan CT scan

PENGKAJIAN keperawatan askep hipertensi

1. Aktivitas / istirahat
Gejala    : kelemahan, letih, napas pendek, gaya hidup monoton
Tanda    : frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea
2. Sirkulasi
Gejala    : Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner, penyakit serebrovaskuler
Tanda     : Kenaikan TD, hipotensi postural, takhikardi, perubahan warna kulit, suhu dingin
3. Integritas Ego
Gejala    :Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euphoria, factor stress multipel
Tanda     : Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinue perhatian, tangisan yang meledak, otot muka tegang, pernapasan menghela, peningkatan pola bicara
4. Eliminasi
Gejala    : gangguan ginjal saat ini atau yang lalu
5. Makanan / Cairan
Gejala    : makanan yang disukai yang dapat mencakup makanan tinggi garam, lemak dan kolesterol
Tanda     : BB normal atau obesitas, adanya edema
6. Neurosensori
Gejala    : keluhan pusing/pening, sakit kepala, berdenyut sakit kepala, berdenyut, gangguan penglihatan, episode epistaksis
Tanda     :, perubahan orientasi, penurunan kekuatan genggaman, perubahan retinal optik
7. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala    : Angina, nyeri hilang timbul pada tungkai, sakit kepala oksipital berat, nyeri abdomen
8. Pernapasan
Gejala     : dispnea yang berkaitan dengan aktivitas, takipnea, ortopnea, dispnea nocturnal proksimal, batuk dengan atau tanpa sputum, riwayat merokok
Tanda     : distress respirasi/ penggunaan otot aksesoris pernapasan, bunyi napas tambahan, sianosis
9. Keamanan
Gejala     : Gangguan koordinasi, cara jalan
Tanda     : episode parestesia unilateral transien, hipotensi psotural
10. Pembelajaran/Penyuluhan
Gejala     : factor resiko keluarga ; hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung, DM , penyakit ginjal
Faktor resiko etnik, penggunaan pil KB atau hormon

PENATALAKSANAAN hipertensi

Pengelolaan hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas akibat komplikasi kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan pemeliharaan tekanan darah dibawah 140/90 mmHg.(5) Prinsip pengelolaan penyakit hipertensi meliputi : (2,8)
1. Terapi tanpa Obat
Terapi tanpa obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan dan sebagai tindakan suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa obat ini meliputi :
a. Diet
Diet yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
a). Restriksi garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr
b). Diet rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh
c). Penurunan berat badan
d). Penurunan asupan etanol

e). Menghentikan merokok
f). Diet tinggi kalium
b. Latihan Fisik
Latihan fisik atau olah raga yang teratur dan terarah yang dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah olah raga yang mempunyai empat prinsip yaitu :
a).  Macam olah raga yaitu isotonis dan dinamis seperti lari, jogging, bersepeda, berenang dan lain-lain
b). Intensitas olah raga yang baik antara 60-80 % dari kapasitas aerobik atau 72-87 % dari denyut nadi maksimal yang disebut zona latihan. Denyut nadi maksimal dapat ditentukan dengan rumus 220 – umur
c). Lamanya latihan berkisar antara 20 – 25 menit berada dalam zona       latihan
d). Frekuensi latihan sebaiknya 3 x perminggu dan paling baik 5 x perminggu
c. Edukasi Psikologis
Pemberian edukasi psikologis untuk penderita hipertensi meliputi :
a). Tehnik Biofeedback
Biofeedback adalah suatu tehnik yang dipakai untuk menunjukkan pada subyek   tanda-tanda mengenai keadaan tubuh yang secara sadar oleh subyek dianggap tidak normal.
Penerapan       biofeedback     terutama    dipakai   untuk mengatasi
gangguan somatik seperti nyeri kepala dan migrain, juga untuk gangguan psikologis seperti kecemasan dan ketegangan.
b). Tehnik relaksasi
Relaksasi adalah suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan untuk mengurangi ketegangan atau kecemasan, dengan cara melatih penderita untuk dapat belajar membuat otot-otot dalam tubuh menjadi rileks
d. Pendidikan Kesehatan ( Penyuluhan )
Tujuan pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan pengetahuan pasien tentang penyakit hipertensi dan pengelolaannya sehingga pasien dapat mempertahankan hidupnya dan mencegah komplikasi lebih lanjut.
2. Terapi dengan Obat
Tujuan pengobatan hipertensi tidak hanya menurunkan tekanan darah saja tetapi juga mengurangi dan mencegah komplikasi akibat hipertensi agar penderita dapat bertambah kuat(1). Pengobatan hipertensi umumnya perlu dilakukan seumur hidup penderita. Pengobatan standar yang dianjurkan oleh Komite Dokter Ahli Hipertensi ( JOINT NATIONAL COMMITTEE ON DETECTION, EVALUATION AND TREATMENT OF HIGH BLOOD PRESSURE, USA, 1988 ) menyimpulkan bahwa obat diuretika, penyekat beta, antagonis kalsium, atau penghambat ACE dapat digunakan sebagai

 obat tunggal pertama dengan memperhatikan keadaan penderita dan penyakit lain yang ada pada penderita(2).
Pengobatannya meliputi :
a. Step 1    : Obat pilihan pertama : diuretika, beta blocker, Ca antagonis, ACE inhibitor
b. Step 2    : Alternatif  yang bisa diberikan
1) Dosis obat pertama dinaikan
2) Diganti jenis lain dari obat pilihan pertama
3) Ditambah obat ke –2 jenis lain, dapat berupa diuretika , beta blocker, Ca antagonis, Alpa blocker, clonidin, reserphin, vasodilator
c. Step 3    : alternatif yang bisa ditempuh
1) Obat ke-2 diganti
2) Ditambah obat ke-3 jenis lain
d. Step 4    : alternatif pemberian obatnya
1) Ditambah obat ke-3 dan ke-4
2) Re-evaluasi dan konsultasi
3. Follow Up untuk mempertahankan terapi
Untuk mempertahankan terapi jangka panjang memerlukan interaksi dan komunikasi yang baik antara pasien dan petugas kesehatan                          ( perawat, dokter ) dengan cara pemberian pendidikan kesehatan.    Hal-hal yang harus diperhatikan dalam interaksi pasien dengan petugas kesehatan adalah sebagai berikut :
a. Setiap kali penderita periksa, penderita diberitahu hasil pengukuran tekanan darahnya
b. Bicarakan dengan penderita tujuan yang hendak dicapai mengenai tekanan darahnya
c. Diskusikan dengan penderita bahwa hipertensi tidak dapat sembuh, namun bisa dikendalikan untuk dapat menurunkan morbiditas dan mortilitas
e. Yakinkan penderita bahwa penderita tidak dapat mengatakan tingginya tekanan darah atas dasar apa yang dirasakannya, tekanan darah hanya dapat diketahui dengan mengukur memakai alat tensimeter
f. Penderita tidak boleh menghentikan obat tanpa didiskusikan lebih dahulu
g. Sedapat mungkin tindakan terapi dimasukkan dalam cara hidup penderita
h. Ikutsertakan keluarga penderita dalam proses terapi
i. Pada penderita tertentu mungkin menguntungkan bila penderita atau keluarga dapat mengukur tekanan darahnya di rumah
j. Buatlah sesederhana mungkin pemakaian obat anti hipertensi misal 1 x sehari atau 2 x sehari
k. Diskusikan dengan penderita tentang obat-obat anti hipertensi, efek samping dan masalah-masalah yang mungkin terjadi
l. Yakinkan penderita kemungkinan perlunya memodifikasi dosis atau mengganti obat untuk mencapai efek samping minimal dan efektifitas maksimal
m. Usahakan biaya terapi seminimal mungkin
n. Untuk penderita yang kurang patuh, usahakan kunjungan lebih sering
o. Hubungi segera penderita, bila tidak datang pada waktu yang ditentukan.
Melihat pentingnya kepatuhan pasien dalam pengobatan maka sangat diperlukan sekali pengetahuan dan sikap pasien tentang pemahaman dan pelaksanaan pengobatan hipertensi.

Askep hipertensi

DIAGNOSA KEPERAWATAN hipertensi

1. Resiko tinggi terhadap penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload, vasokonstriksi, iskemia miokard, hipertropi ventricular
Tujuan : Afterload tidak meningkat, tidak terjadi vasokonstriksi, tidak terjadi iskemia miokard
Intervensi keperawatan :
a. Pantau TD, ukur pada kedua tangan, gunakan manset dan tehnik yang tepat
b. Catat keberadaan, kualitas denyutan sentral dan perifer
c. Auskultasi tonus jantung dan bunyi napas
d. Amati warna kulit, kelembaban, suhu dan masa pengisian kapiler
e. Catat edema umum
f. Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas.
g. Pertahankan pembatasan aktivitas seperti istirahat ditemapt tidur/kursi
h. Bantu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai kebutuhan
i. Lakukan tindakan yang nyaman spt pijatan punggung dan leher
j. Anjurkan tehnik relaksasi, panduan imajinasi, aktivitas pengalihan
k. Pantau respon terhadap obat untuk mengontrol tekanan darah
l. Berikan pembatasan cairan dan diit natrium sesuai indikasi
m. Kolaborasi untuk pemberian obat-obatan sesuai indikasi

Hasil yang diharapkan :
Berpartisipasi dalam aktivitas yang menurunkan TD
Mempertahankan TD dalam rentang yang dapat diterima
Memperlihatkan irama dan frekuensi jantung stabil

2. Nyeri ( sakit kepala ) berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskuler serebral
Tujuan : Tekanan vaskuler serebral tidak meningkat
Intervensi keperawatan :
a. Pertahankan tirah baring, lingkungan yang tenang, sedikit penerangan
b. Minimalkan gangguan lingkungan dan rangsangan
c. Batasi aktivitas
d. Hindari merokok atau menggunkan penggunaan nikotin
e. Beri obat analgesia dan sedasi sesuai pesanan
f. Beri tindakan yang menyenangkan sesuai indikasi seperti kompres es, posisi nyaman, tehnik relaksasi, bimbingan imajinasi, hindari konstipasi

Hasil yang diharapkan :
Pasien mengungkapkan tidak adanya sakit kepala dan tampak nyaman

3. Potensial perubahan perfusi jaringan: serebral, ginjal, jantung berhubungan dengan gangguan sirkulasi 
Tujuan : sirkulasi tubuh tidak terganggu
Intervensi :
a. Pertahankan tirah baring; tinggikan kepala tempat tidur
b. Kaji tekanan darah saat masuk pada kedua lengan; tidur, duduk dengan pemantau tekanan arteri jika tersedia
c. Pertahankan cairan dan obat-obatan sesuai pesanan
d. Amati adanya hipotensi mendadak
e. Ukur masukan dan pengeluaran
f. Pantau elektrolit, BUN, kreatinin sesuai pesanan
g. Ambulasi sesuai kemampuan; hibdari kelelahan

Hasil yang diharapkan :
Pasien mendemonstrasikan perfusi jaringan yang membaik seperti ditunjukkan dengan : TD dalam batas yang dapat diterima, tidak ada keluhan sakit kepala, pusing, nilai-nilai laboratorium dalam batas normal.
Haluaran urin 30 ml/ menit
Tanda-tanda vital stabil

4. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses penyakit dan perawatan diri
Tujuan ;Klien terpenuhi dalam informasi tentang hipertensi
a. Jelaskan sifat penyakit dan tujuan dari pengobatan dan prosedur
b. Jelaskan pentingnya lingkungan yang tenang, tidak penuh dengan stress
c. Diskusikan tentang obat-obatan : nama,  dosis, waktu pemberian, tujuan dan efek samping atau efek toksik
d. Jelaskan perlunya menghindari pemakaian obat bebas tanpa pemeriksaan dokter
e. Diskusikan gejala kambuhan atau kemajuan penyulit untuk dilaporkan dokter : sakit kepala, pusing, pingsan, mual dan muntah.
f. Diskusikan pentingnya mempertahankan berat badan stabil
g. Diskusikan pentingnya menghindari kelelahan dan mengangkat berat
h. Diskusikan perlunya diet rendah kalori, rendah natrium sesuai pesanan
i. Jelaskan penetingnya mempertahankan pemasukan cairan yang tepat, jumlah yang diperbolehkan, pembatasan seperti kopi yang mengandung kafein, teh serta alcohol
j. Jelaskan perlunya menghindari konstipasi dan penahanan

Hasil yang diharapkan :
Pasien mengungkapkan pengetahuan dan ketrampilan penatalaksanaan perawatan dini
Melaporkan pemakaian obat-obatan sesuai pesanan 


DAFTAR PUSTAKA

Doengoes, Marilynn E, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan pasien, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran, EGC, 2000

Gunawan, Lany.  Hipertensi : Tekanan Darah Tinggi , Yogyakarta, Penerbit              Kanisius, 2001

Sobel, Barry J, et all. Hipertensi : Pedoman Klinis Diagnosis dan Terapi, Jakarta, Penerbit Hipokrates, 1999

Kodim Nasrin. Hipertensi : Yang Besar Yang Diabaikan, @ tempointeraktif.com, 2003

Smith Tom. Tekanan darah Tinggi : Mengapa terjadi, Bagaimana mengatasinya ?, Jakarta, Penerbit Arcan,  1995

Semple Peter. Tekanan Darah Tinggi, Alih Bahasa : Meitasari Tjandrasa Jakarta, Penerbit Arcan, 1996

Brunner & Suddarth. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 2, Jakarta, EGC,  2002

Chung, Edward.K. Penuntun Praktis Penyakit Kardiovaskuler, Edisi III, diterjemahkan oleh Petrus Andryanto, Jakarta, Buku Kedokteran EGC, 1995

Marvyn, Leonard. Hipertensi : Pengendalian lewat vitamin, gizi dan diet, Jakarta, Penerbit Arcan,  1995

Tucker, S.M, et all . Standar Perawatan Pasien : Proses Keperawatan, diagnosis dan evaluasi , Edisi V, Jakarta, Buku Kedokteran EGC, 1998


demikian bahasan kita tentang askep hipertensi mulai dari definisi hipertensi,penyebab, tanda dan gejala hipertensi,penatalaksanaan hipertensi sampai ke diagnosa keperawatan pada hipertensi serta tindakan dan kriteria hasil yang diharapkan pada askep hipertensi, semoga bermanfaat

Continue reading >>

Diagnosa Keperawatan Bersihan Jalan Nafas tidak efektif

4 comments

Diagnosa Keperawatan Bersihan Jalan Nafas tidak efektif

Diagnosa Keperawatan Bersihan Jalan Nafas tidak efektif,definisi,faktor yang berhubungan dengan diagnosa keperawatan bersihan jalan nafas tidak efektif
Diagnosa Keperawatan Bersihan Jalan Nafas tidak efektif

sebelum menuju ke Diagnosa Keperawatan Bersihan Jalan Nafas tidak efektif,ada baiknya kita mengetahui terlebih dahulu pengertian bersihan jalan nafas tidak efektif

Pengertian bersihan jalan nafas tidak efektif

nanda 2005 - 2006 tentang pegertian Bersihan Jalan nafas tidak efektif merupakan ketidak mampuan dalam membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran pernafasan untuk menjaga bersihan jalan nafas,

sementar menurut Lynda Juall, Carpenito 2006, Bersihan jaalan nafas tidak efektif merupakan suatu keadaan ketika seseorang individu mengalami suatu ancaman yang nyata atau potensial pada status pernafasan sehubungandengan ketidak mampuan untuk batuk secara efektif .


Diagnosa Keperawatan Bersihan Jalan Nafas tidak efektif

Bersihan Jalan Nafas tidak efektif berhubungan dengan:
-     Infeksi, disfungsi neuromuskular, hiperplasia dinding bronkus, alergi jalan nafas, asma, trauma
-    Obstruksi jalan nafas : spasme jalan nafas, sekresi tertahan, banyaknya mukus, adanya jalan nafas buatan, sekresi bronkus, adanya eksudat di alveolus, adanya benda asing di jalan nafas.
DATA SUBJEKTIF:
-    Dispneu
Data Objektif:
-    Penurunan suara nafas
-    Orthopneu
-    Cyanosis
-    Kelainan suara nafas (rales, wheezing)
-    Kesulitan berbicara
-    Batuk, tidak efekotif atau tidak ada
-    Produksi sputum
-    Gelisah
-    Perubahan frekuensi dan irama nafas

Tujuan dan Kriteria Hasil
NOC:
-    Respiratory status : Ventilation
-    Respiratory status : Airway patency
-    Aspiration Control
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …………..pasien menunjukkan keefektifan jalan nafas dibuktikan dengan kriteria hasil :
-    Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, bernafas dengan mudah, tidak ada pursed lips)
-    Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
-    Mampu mengidentifikasikan dan mencegah faktor yang penyebab.
-    Saturasi O2 dalam batas normal
-    Foto thorak dalam batas normal

Intervensi

-    Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning.
-    Berikan O2  ……l/mnt, metode………
-    Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam
•    Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi
•    Lakukan fisioterapi dada jika perlu
•    Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
•    Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
•    Berikan bronkodilator :
-    ………………………
-    ……………………….
-    ………………………
•    Monitor status hemodinamik
•    Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
•    Berikan antibiotik :
…………………….
…………………….
•    Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
•    Monitor respirasi dan status O2
•    Pertahankan hidrasi yang adekuat untuk mengencerkan sekret
•    Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang penggunaan peralatan : O2, Suction, Inhalasi.

demikian yang dapat kami sampaikan tentang Diagnosa Keperawatan Bersihan Jalan Nafas tidak efektif, semoga bermanfaat
Continue reading >>

Diagnosa keperawatan Kekurangan volume cairan

0 comments

Diagnosa keperawatan Kekurangan volume cairan

Diagnosa keperawatan Kekurangan volume cairan,Definisi Kekurangan volume cairan,Faktor yang berhubungan diagnosa keperawatan Kekurangan volume cairan,Intervensi keperawatan pada diagnosa keperawatan Kekurangan volume cairan

sebelum membahas masalah diagnosa keperawatan Kekurangan volume cairan, maka sebaiknya kita ketahui dahulu apa itu Kekurangan volume cairan

Definisi Kekurangan volume cairan

Kekurangan volume cairan adalah suatu Keadaan dimana seorang individu yang tidak menjalani masa puasa atau berisiko mengalami dehidrasi vaskular, interstisial, atau intravaskular.

Faktor yang berhubungan diagnosa keperawatan Kekurangan volume cairan:

Patofisiologi
    Berhubungan dengan haluaran urine yang berlebihan
        Diabetes yang tak terkontrol.
Berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler dan kehilangan dengan jalan evaporatif karena luka bakar
    Berhubungan dengan peningkatan kehilangan cairan
        Demam
        Drainase abnormal
        Peritonitis
        Diare
Situasional
    Berhubungan dengan mual/muntah
    Berhubungan dengan menurunnya motivasi untuk minum cairan
        Depresi
        Keletihan
    Berhubungan dengan masalah diet
    Berhubungan dengan makanan melalui selang dengan terlarut yang tinggi
Berhubungan dengan kesulitan menelan atau makan sendiri
    Nyeri mulut, nyeri tenggorokan
Berhubungan dengan panas/sinar matahari yang berlebihan, kekeringan.
Berhubungan dengan kehilangan melalui :
Kateter indwelling
Drein
Berhubungan dengan ketidakcukupan cairan untuk upaya olahraga atau kondisi cuaca.
Berhubungan dengan penggunaan yang berlebihan dari:
    Laksatif atau enema
    Diuretik atau alkohol.
Maturisional
    (Bayi/anak)
Berhubungan dengan peningkatan kerentanan tubuh
        Penurunan penerimaan cairan
        Penurunan pemekatan urine
    (Lansia)
Berhubungan dengan peningkatan kerentanan tubuh
        Penurunan penerimaan cairan
        Penurunan sensasi haus

Data mayor
Ketidakcukupan masukan cairan oral
Keseimbangan negatif antara masukan dan haluaran
Penurunan berat badan
Kulit/membran mukosa kering

Data minor
Peningkatan natriun serum
Penurunan haluaran urine atau haluaran berlebihan
Urine memekat atau sering berkemih
Penurunan turgor kulit
Haus/mual/anokresia

Kriteria hasil dari tindakan keperawatan dalam diagnosa keperawatan Kekurangan volume cairan

Individu akan :
1. Meningkatkan masukan cairan minimal 2000 ml/hari (kecuali bila ada kontraindikasi)
2. Menceritakan perlunya untuk meningkatkan masukan cairan selama stres atau panas
3. Mempertahankan berat jenis urine dalam batas normal
4. Memperlihatkan tidak adanya tanda dan gejala dehidrasi

Intervensi keperawatan pada diagnosa keperawatan Kekurangan volume cairan

1. Kaji yang disukai dan yang tidak disukai; beri minuman kesukaan dalam batas diet
2. Rencanakan tujuan masukan cairan untuk setiap pergantian (mis; 1000 ml selama pagi, 800 ml sore, dan 200 ml malam hari)
3. Kaji pengertian individu tentang alasan-alasan untuk mempertahankan hidrasi yang adekuat dan metoda-metoda untuk mencapai tujuan masukan cairan.
4. Untuk anak-anak, tawarkan :
a. Bentuk-bentuk cairan yang menarik (es krim bertangkai, jus dingin, es berbentuk kerucut)
b. Wadah yang tidak biasa (cangkir berwarna, sedotan)
c. Sebuah permainan atau aktivitas (suruh anak minum jika tiba giliran anak)
5. Suruh individu mempertahankan laporan yang tertulis dari masukan cairan dan haluaran urine, jika perlu.
6. Pantau  masukan; pastikan sedikitnya 1500 ml peroral setiap 24 jam.
7. Pantau haluaran; pastikan sedikitnya 1000-1500 ml setiap 24 jam.
8. Pantau berat jenis urine
9. Timbang berat badan setiap hari dengan jenis baju yang sama, kehilangan berat badan 2%-4% menunjukan dehidrasi ringan, 5%-9% dehidrasi sedang.
10. Ajarkan bahwa kopi, teh, dan jus buah anggur menyebabkan diuresis dan dapt menambah kehilangan cairan.
11. Pertimbangkan kehilangan cairan tambahan yang berhubungan dengan muntah, diare, demam, selang drein.
12. Pantau kadar elektrolit darah, nitrogen urea darah, urine dan serum osmolalitas, kreatinin, hematokrit, dan hemoglobin.
13. Untuk drainase luka :
a. Pertahankan catatan yang cermat tentang jumlah dan jenis drainase.
b. Timbang balutan, jika perlu, untuk memperkirakan kehilangan cairan.
c. Balut luka untuk meminimalkan kehilangan cairan.

demikian tentang masalah diagnosa keperawatan Kekurangan volume cairan, semoga bermanfaat
Continue reading >>

Diagnosa keperawatan Intoleransi Aktivitas

0 comments

Diagnosa keperawatan Intoleransi Aktivitas

Diagnosa keperawatan Intoleransi Aktivitas mulai dari definisi, faktor yang berhubungan dengan Diagnosa keperawatan Intoleransi Aktivitas, sampai pada intervensi keperawatan untuk mengatasi masalah pada Diagnosa keperawatan Intoleransi Aktivitas

Diagnosa keperawatan Intoleransi Aktivitas
sebelum membahas masalah Diagnosa keperawatan Intoleransi Aktivitas,kita kupas terlebih dahulu apa itu intoleransi aktivitas

Definisi intoleransi aktivitas:

intoleransi aktivitas adalah suatu Penurunan dalam kapasitas fisiologi seseorang untuk melakukan aktivitas sampai tingkat yang diinginkan atau yang dibutuhkan (Magnan,1987)

Faktor yang berhubungan intoleransi aktivitas (Diagnosa keperawatan Intoleransi Aktivitas)

    Berhubungan dengan gangguan sistem transpor oksigen :
        (Jantung)                (Pernapasan)
Penyakit jantung kongenital        PPOK
        Kardiomiopati                Atelektasis
        Gagal jantung kongestif       
        Angina                    (Sirkulasi)
        Infark miokard            Anemia
        Disritmia                Hipovolemia
    Berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolisme :
        (Infeksi)                (Tindakan)
        Infeksi virus                Operasi
        Hepatitis                Pemeriksaan diagnostik
(Penyakit kronis)            Tirah baring lama
Ginjal                   
Hepar
(Lingkungan)
Stress ekstrim
Nyeri
    Berhubungan dengan ketidakadekuatan sumber energi :
        Obesitas
        Malnutrisi
        Ketidakadekuatan diet
    Berhubungan dengan ketidakaktifan :
        Depresi
        Kurang motivasi
        Gaya hidup monoton

Data yang harus ada
Perubahan respons terhadap aktivitas
    Pernapasan :
        Dispnoe
        Takipnoe
        Sesak napas
    Nadi
        Lemah
        Frekwensi menurun
        Frekwensi meningkat
    Tekanan darah
        Gagal meningkat dengan aktivitas
        Diastolik meningkat 15 mmHg

Data yang mungkin ada :
    Pucat atau sianosis
    Kekacauan mental
    Kelemahan
    Keletihan
    Vertigo

Kriteria hasil dari tindakan pada Diagnosa keperawatan Intoleransi Aktivitas

Individu akan :
1. Mengidentifikasi faktor-faktor yang menurunkan toleransi aktifitas
2. Memperlihatkan kamajuan (ketingkat yang lebih tinggi dari mobilitas yang mungkin)
3. Memperlihatkan penurunan tanda-tanda hipoksia terhadap aktifitas (nadi, tekanan darah, pernapasan)
4. Melaporkan reduksi gejala-gejala intoleransi aktivitas

Intervensi
1. Kaji respon individu terhadap aktivitas
a. Ukur nadi, tekanan darah, pernapasan saat istirahat
b. Ukur tanda vital segera dan 3 menit setelah istirahat.
c. Hentikan aktivitas klien bila :
Keluhan nyeri dada, dispnoe, vertigo, kekacauan mental
Frekwensi nadi menurun
Tekanan sistolik menurun
Tekanan diastolik meningkat 15 mmHg
Frekwensi pernapasan menurun
d. Kurangi intensitas, frekwensi, lamanya aktivitas bila
Frekwensi nadi lebih dari 3 menit untuk kembali frekwensi awal (atau 6 denyut lebih cepat dari frekwensi awal).
Frekwensi pernapasan meningkat berlebihan setelah aktivitas.
Terdapat tanda-tanda hipoksia.
2. Meningkatkan aktivitas secara bertahap
a. Untuk klien yang pernah tirah baring lama, mulai melakukan rentang gerak sedikitnya 2 kali sehari.
b. Rencanakan waktu istirahat sesuai dengan jadwal sehari-hari klien.
c. Berikan kepercayaan kepada klien bahwa mereka dapat meningkatkan status mobilitasnya.
d. Beri penghargaan pada kemajuan yang dicapai.
e. Beri kesempatan klien membuat jadwal aktivitas dan sasaran pencapaian.
f. Tingkatkan toleransi dengan membiarkan klien melakukan aktivitas yang lebih lambat, lebih banyak istirahat, atau dengan banyak bantuan.
g. Secara bertahap tingkatkan aktivitas diluar tempat tidur 15 menit setiap hari, tiga kali sehari.
h. Izinkan klien untuk mengatur frekwensi ambulasi.
i. Anjurkan klien untuk memakai alas kaki yang nyaman.
3. Ajarkan klien metoda penghematan energi untuk aktivitas.
a. Luangkan waktu untuk istirahat.
b. Lebih baik duduk daripada berdiri saat melakukan aktivitas, kecuali hal ini memungkinkan.
c. Saat melakukan suatu aktivitas, istirahat setiap 3 menit selama 5 menit untuk membiarkan jantung pulih.
d. Hentikan aktivitas jika keletihan atau terlihat tanda-tanda hipoksia.
4. Instruksikan klien untuk konsulasi kepada dokter atau ahli terapi fisik untuk program latihan jangka panjang.
5. Rujuk kepada perawat komunitas untuk tindak lanjut jika diperlukan.

demikian tentang Diagnosa keperawatan Intoleransi Aktivitas mulai dari definisi, faktor yang berhubungan dengan Diagnosa keperawatan Intoleransi Aktivitas, sampai pada intervensi keperawatan untuk mengatasi masalah pada Diagnosa keperawatan Intoleransi Aktivitas
Continue reading >>

Diagnosa keperawatan Gangguan Pola Tidur

0 comments

Diagnosa keperawatan Gangguan Pola Tidur

Diagnosa keperawatan Gangguan Pola Tidur,Faktor yang berhubungan Diagnosa keperawatan Gangguan Pola Tidur,Intervensi keperawatan untuk Diagnosa keperawatan Gangguan Pola Tidur

Diagnosa keperawatan Gangguan Pola Tidur
sebelum ke Diagnosa keperawatan Gangguan Pola Tidur, sebaiknya kita mengetahui tentang definisi gangguan pola tidur

Definisi gangguan pola tidur:

gangguan pola tidur adalah Keadaan dimana individu mengalami atau berisiko mengalami suatu perubahan dalam kuantitas atau kualitas pola istirahatnya yang menyebabkan rasa tidak nyaman atau menggangu gaya hidup yang diinginkan.

Faktor yang berhubungan Diagnosa keperawatan Gangguan Pola Tidur:

Patofisiologi
    Berhubungan sering terbangun :
    (Kerusakan transport oksigen)
Angina
Arteriosklerosis
Gangguan pernapasan
Gangguan sirkulasi
(Kerusakan eliminasi usus dan urine)
Diare
Konstipasi
Retensi Urine
Disuria
Frekuensi
(Kerusakan metabolisme)
Hipertiroidisme
Ulkus gastrikum
Gangguan hepatik
Tindakan
Berhubungan dengan kesulitan menjalani posisi yang biasa
Bidai, traksi
Nyeri
Terapi IV
    Berhubungan dengan tidur siang hari yang berlebihan :
    (Obat-obatan)
        Tranquilizer
Sedatif
Hipnotik
        Antidepresan
        Antihipertensif
        Amfetamin
        Kortikosteroid
        Soporifik
        Barbiturat   
Situasional (Personal, Lingkungan)
    Berhubungan dengan hiperaktivitas yang berlebihan
        Ansietas panik
    Berhubungan dengan tidur siang hari yang berlebihan
    Berhubungan dengan ketidakadekuatan aktivitas pada siang hari.
    Berhubungan dengan depresi
    Berhubungan dengan respons ansietas
    Berhubungan dengan rasa tak nyaman
    Berhubungan dengan gangguan gaya hidup
        Emosional
        Sosial
    Berhubungan dengan perubahan irama sirkadian
    Berhubungan dengan ketakutan
Maturisional
    (Anak)
    Berhubungan dengan ketakutan pada kegelapan
    (Wanita dewasa)
    Berhubungan dengan perubahan hormonal (mis; pramenopause)

Data mayor :
Kesukaran untuk tertidur dan tetap tidur

Data minor :
Keletihan waktu bangun atau sepanjang hari
Tidur sejenak atau sepanjang hari
Agitasi
Perubahan suasana hati

Kriteria hasil
Individu akan :
1. Menggambarkan faktor yang mencegah atau menghambat tidur.
2. Mengidentifikasi teknik untuk menginduksi tidur.
3. melaporkan keseimbangan optimal dari istirahat dan aktivitas.

Intervensi keperawatan untuk Diagnosa keperawatan Gangguan Pola Tidur:

1. Kurangi kebisingan.
2. Organisasi prosedur untuk memberikan jumlah terkecil gangguan selama periode tidur (mis; sewaktu individu bangun untuk pengobatan juga berikan penanganan dan pengukuran tanda vital)
3. Jika berkemih sepanjang malam mengganggu, batasi masukan cairan waktu malam dan berkemih sebelum berbaring.
4. Tetapkan bersama individu suatu jadwal untuk program aktivitas sepanjang waktu (jalan, terapi fisik)
5. Batasi jumlah dan panjang waktu tidur jika berlebihan (mis; lebih dari 1 jam)
6. Kaji bersama individu, keluarga, atau orang tua terhadap waktu tidur rutin – waktu praktik kebersihan, ritual (membaca, mainan) – dan patuhi sedekat mungkin jika memungkinkan.
7. Batasi masukan minuman yang mengandung kafein
8. Untuk anak-anak :
a. Jelaskan waktu malam pada anak (bulan, bintang)
b. Diskusikan bagaimana beberapa orang (perawat, pekerja pabrik) bekerja pada malam hari.
c. Bandingkan kebalikan bahwa jika malam datang di tempat mereka, maka akan terjadi siang hari bagi orang-orang di tempat lain.
d. Jika terjadi mimpi buruk, dorong anak untuk bicara mengenai hal ini jika mungkin. Yakinkan pada anak bahwa ini merupakan suatu mimpi meskipun kelihatannya sangat nyata. Berbagi perasaan dengan anak bahwa anda juga pernah bermimpi.
e. Berikan anak lampu malam dan/atau senter untuk digunakan, agar anak dapat mengontrol kegelapan.
f. Yakinkan anak bahwa anda akan berada didekatnya sepenjang malam.
9. Jelaskan kepada individu dan orang terdekat lainnya penyebab gangguan tidur/istirahat dan kemungkinan cara untuk menghindarinya.

demikian yang dapat kami sampaikan tentang Diagnosa keperawatan Gangguan Pola Tidur, semoga bermanfaat, thanks

Continue reading >>

Diagnosa keperawatan Ansietas

0 comments

Diagnosa keperawatan Ansietas

Diagnosa keperawatan Ansietas,Faktor yang berhubungan dengan diagnosa keperawatan Ansietas,Intervensi keperawatan pada diagnosa keperawatan Ansietas
Diagnosa keperawatan Ansietas

Definisi Ansietas:

Ansietas adalah suatu keadaan dimana individu/kelompok mengalami perasaan gelisah (penilaian atau opini) dan aktivasi system syaraf autonom dalam berespons terhadap ancaman tidak jelas, non spesifik.

Faktor yang berhubungan dengan diagnosa keperawatan Ansietas

Patofisiologi
Setiap faktor yang mengganggu kebutuhan dasar manusia akan makanan, air, kenyamanan, dan keamanan.
Situasional
Berhubungan dengan ancaman aktual atau yang dirasakan terhadap konsep diri :
        Kehilangan benda-benda yang dimiliki
        Kegagalan (atau keberhasilan)
        Perubahan dalam status atau prestise
        Kurang penghargaan dari orang lain
        Dilema etik
Berhubungan dengan kehilangan orang terdekat (aktual atau risti) :
        Kematian
        Perceraian
        Tekanan budaya
        Perpindahan
        Perpisahan sementara atau permanen
Berhubungan dengan ancaman integritas biologis (aktual atau risti) :
        Menjelang kematian
        Serangan
        Penyakit
        Prosedur invasif
Berhubungan dengan perubahan dalam lingkungan (aktual atau risti) :
        Perawatan rumah sakit
        Perpindahan
        Pensiun
        Bahaya terhadap keamanan
        Polutan lingkungan
Berhubungan dengan perubahan status sosioekonomi (aktual atau risti) :
        Pengangguran
        Pekerjaan baru
        Promosi
Berhubungan dengan transmisi ansietas orang lain terhadap individu.
Maturasional
Bayi/anak
    Berhubungan dengan perpisahan
    Berhubungan dengan lingkungan atau orang asing
    Berhubungan dengan perubahan hubungan sebaya
Remaja
    Berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri :
        Perkembangan seksual
        Perubahan hubungan dengan teman sebaya
Dewasa
    Berhubungan dengan konsep diri :
        Kehamilan
        Menjadi orang tua
        Perubahan karir
        Efek penuaan
Lansia
    Berhubungan dengan ancaman terhadap konsep diri :
        Kehilangan sensori
        Kehilangan motorik
        Masalah finansial
        Perubahan pensiun

Data yang harus ada :
Fisiologi
    Peningkatan frekwensi denyut jantung
    Insomnia
    Kenaikan tekanan darah
    Keletihan dan kelamahan
    Peningkatan frekwensi pernapasan
    Semburat merah atau pucat
    Diaforesis   
Mulut kering
Dilatasi pupil
Pegal-pegal dan nyeri
Perubahan tinggi suara/suara tremor
Gemetar
Kegelisahan
Palpitasi
Pingsan/pusing
Mual-mual atau muntah
Parestesia
Sering berkemih
Bercak kemerahan
Diare
Emosional
    Klien mengaku tentang
Keprihatinan
Ketidak-berdayaan
Kehilangan kontrol
Kegelisahan
Ketegangan atau menjadi sangat gembira
Ketidakmampuan untuk rileks
Ketidakberuntungan yang diantisipasi
Klien memperlihatkan
Peka rangsang/tidak sabar
Mengkritik diri sendiri dan orang lain
Marah meledak-ledak
Menarik diri
Menangis
Kurang inisiatif
Kecenderungan menyalahkan orang lain
Mencela diri sendiri
Reaksi terkejut
Kognitif
Ketidakmampuan untuk berkonsentrasi
Kurang waspada terhadap lingkungan sekitar
Pelupa
Melamun
Berorientasi pada masa lalu
Pikiran buntu
Terlalu perhatian


Kriteria hasil
Seseorang akan :
1.    Menggambarkan ansietas dan pola kopingnya
2.    Menghubungkan peningkatan psikologi dan kenyamanan fisiologis
3.    Menggunakan mekanisme koping yang efektif dalam menangani ansietas

Intervensi keperawatan pada diagnosa keperawatan Ansietas
1.    Kaji ansietas : ringan, sedang, berat
2.    Memberikan ketentraman dan kenyamanan hati
a.    Tinggal bersama klien
b.    Jangan atau meminta klien untuk membuat keputusan
c.    Berbicara dengan tenang dan perlahan, menggunakan kalimat yang pendak dan sederhana
d.    Waspada terhadap perhatian anda sendiri dan hindari ansietas yang timbal balik
e.    Perlihatkan rasa empati (mis ; datang dengan tenang, menyentuh, membiarkan menangis, berbicara)
3.    Singkirkan stimulasi yang berlebih (mis; tempatkan klien di ruangan yang lebih tenang); batasi kontak dengan orang lain
4.    Apabila ansietas telah berkurang, bantu klien untuk mengenali ansietas dengan tujuan untuk mulai memahami atau memecahkan masalah
a.    Berikan dorongan klien untuk mengingat dan menganalisa peristiwa ansietas serupa.
b.    Gali perilaku alternatif apa yang mungkin telah digunakan jika kopingnya maladaptif.
5.    Bantu klien yang sedang marah
a.    identifikasi adanya marah (mis; perasaan frustasi, ansietas, ketidakberdayaan, adanya peka rangsang, berbicara meledak-ledak)
b.    Kenali reaksi anda terhadap perilaku klien; waspadai perasaan anda sendiri dalam bekerja dengan individu yang sedang marah.
c.    Bantu dalam membuat hubungan antara frustasi dengan perasaan selanjutnya.
d.    Sebutkan batasan-batasan dengan jelas; katakan pada individu apa yang benar-benar diharapkan (mis; ”Saya tidak dapat membiarkan anda berteriak”[melempar benda-benda, dsb]).
e.    Ketika menyebutkan perilaku yang tidak dapat diterima, berikan suatu alternatif (mis; beri ruangan yang tenang, aktifitas fisik, kesempatan untuk berkomunikasi dari hati ke hati)
f.    Kembangkan strategi modifikasi perilaku; bicarakan dengan seluruh personil yang terlibat agar konsisten
g.    Lakukan interaksi dengan klien apabila dia tidak banyak menuntut atau manipulatif
6.    Bila berkenan, berikan aktifitas yang dapat mengurangi ketegangan (mis; aktivitas fisik, permainan-permainan)
7.    Bantu anak yang sedang marah
a.    Berikan dorongan pada anak untuk mengungkapkan kemarahannya (mis; ”Apa yang kamu rasakan ketika disuntik?”, ” Bagaimana perasaanmu jika Mimin tidak mau bermain denganmu?”)
b.    Katakan pada anak bahwa marah adalah hal yang biasa (mis;”Saya kadang-kadang marah jika saya tidak mendapatkan apa yang saya inginkan.”)
c.    Berikan dorongan dan biarkan anak untuk mengekspresikan marah dalam cara yang dapat diterima (mis; berbicara keras-keras, memukul mainan, berlari keluar mengelilingi rumah)
8.    Untuk orang-orang yang diidentifikasi mengalami ansietas kronis dan mekanisme koping maladaptif, rujuk untuk penanganan psikiatrik berkelanjutan

demikian yang dapat kami sampaikan tentang diagnosa keperawatan Ansietas, semoga bermanfaat


Continue reading >>
 
askepdb.blogspot.com © Copyright 2012. All Rights Reserved.
Created by: George Robinson.
Proudly powered by Blogger.
imagem-logoBack to TOP